OPTIMALISASI PERANAN HUMAS DALAM ORGANISASI DAKWAH
Asep Saefudin Ma’mun
Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jalan Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510
asp3_saefudin@yahoo.com
Abstrak
Humas atau public relations adalah sebuah fungsi manajemen
yang dijalankan secara berkesinambungan dan berencana, dan melalui hal
ini organisasi-organisasi dan lembaga, baik yang berifat umum maupun
pribadi, berusaha memperoleh dan membina pengertian, simpati, dan
dukungan dari mereka yang memiliki sangkut paut dengan organisasi atau
lembaga dengan cara menilai pendapat umum di antara mereka dengan
maksud menghubungkan sedapat mungkin kebijakan dan ketatalaksanaannya
untuk mewujudkan kerjasama yang produktif melalui perencanaan dan
penyebarluasan informasi, untuk kepentingan bersama yang lebih efisien.
Mengoptimalisasi peranan humas mutlak diperlukan supaya humas dapat
lebih memperoleh pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang
bersangkutan dengan kepentingan organisasi. Optimalisasi peranan dapat
dilakukan melalui penelitian dan penegakan etika, karena keduanya dapat
menentukan sasaran dan cara yang tepat, lebih-lebih untuk organisasi
dakwah yang menuntut keabsahan informasi dan kewibawaan pendakwah.Kata kunci: optimalisasi, peranan humas, dakwah.
Pendahuluan.
Sekalipun kedudukan humas dalam
organisasi dakwah telah sama-sama kita yakini memiliki peranan penting,
tetapi untuk mengoptimalkan peranan humas dalam arti menjadi lebih
berperan, lebih baik peranannya, lebih menguntungkan, selalu memerlukan
pengkajian-pengkajian. Pengkajian untuk menentukan langkah-langkah
strategis humas khususnya untuk kepentingan dakwah. Langkah-langkah
strategis merupakan wujud konkret untuk memenuhi indikator-indikator
keberhasilan kegiatan humas.
Istilah “Humas”, kependekan kata Hubungan Masyarakat, terjemahan kata Public Relations,
telah dikenal luas di Indonesia. Terutama di instansi pemerintah
termasuk di lembaga non-pemerintah. Sekalipun kata hubungan masyarakat
sebagai terjemahan kata public relations, ditinjau dari Ilmu Komunikasi, kurang tepat. Istilah public dalam public relations bukan masyarakat dalam pengertian society (Polak: 1962: 16), yaitu
wadah seluruh antar hubungan sosial, seluruh jaringannya dalam arti
umum, tanpa menentukan suatu batas tertentu. Istilah publik menurut John
Dewey (Cutlip. 2005: 213) adalah sebagai satuan sosial aktif yang
terdiri dari semua pihak yang terpengaruh, yang mengenali masalah
bersama, yang untuk itu mereka dapat mencari solusi bersama. Sedangkan
kata publik dari sudut pandang opini publik menurut Canfield (1968:
4)adalah sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama dan
mempunyai pendapat bersama terhadap masalah yang kontroversial. .
Di samping terjemahan masyarakat untuk kata public, terjemahan kata relations dengan hubungan pun tidak tepat. Karena kata hubungan dalam bahasa Inggris adalah relation, tidak menunjukkan hubungan yang banyak atau yang saling berhubungan. Sedangkan pengertian relations menunjukkan
banyak hubungan atau saling berhubungan. Karena istilah humas telah
memasyarakat, maka untuk pembahasan selanjutnya, kita gunakan pengertian
humas/ public relations yang menurut definisinya terdapat anggapan bahwa humas/ public relations merupakan ilmu; sistem; seni; fungsi; proses; metoda; kegiatan dan sebagainya.
Peranan humas /public relations.
Peranan, dalam kontek di sini, menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tindakan yang dilakukan. Peranan,
sudah tentu tidak lepas dari fungsi, yang berarti kegunaan suatu hal.
Membicarakan peranan humas/public relations, perlu melakukan analisis terhadap pengertian dan definisi humas/ public relations. Sedangkan definisi humas/public relations
itu sangat banyak jumlahnya. Hingga awal tahun 1970 (Effendy:2007)
tidak kurang dari dua ribu definisi yang dijumpai dalam buku-buku,
majalah ilmiah, dan berkala lainnya yang dikemukakan para ahli public relations dari berbagai sudut pandang. Kemudian The International Public Relations Association merumuskan sebuah definisi yang diharapkan dapat diterima semua pihak. Definisinya adalah :
Public Relations is a management
function of a continuing and planned character, through which public and
private organizations and institutions seek to win and retain the
understanding, sympathy and support of those with whom they are or may
be concerned by evaluating public opinion about themselves, in order to
correlate as far as possible, their own policies and procedure to
achieve, by planned and widespread information more productive
cooperation and more efficient fulfillment of their common interest.
The British Institute of Public Relations (Jefkins: 1983) mendefinisikan sebagai berikut:
Public Relations practice is the
deliberate, planned, and sustained effort to establish and maintain
mutual understanding between an organisation and its public.
Jefkins mengemukakan analisis: It is
“the deliberate, planned, and sustained effort ” meaning that PR
activity is organised as a campaign or programme and is a continuous
activity. It is not haphazard. Its purpose is “to establish and maintain
mutual understanding” that is, to make the organisation understood to
others. This mutual understanding is thus between organisation and its
public or rather publics, since many groups of people are involved.
Terdapat penjelasan dari kedua definisi
di atas (Effendy : 2007) bahwa secara implisit terdapat tiga fungsi
hubungan masyarakat/PR. Yaitu : mengetahui secara pasti dan mengevaluasi
pendapat umum yang berkaitan dengan organisasinya.. Menasehati para
eksekutif mengenai cara-cara menangani pendapat umum yang timbul.
Menggunakan komunikasi untuk memengaruhi pendapat umum.
Ciri hakiki humas/PR ialah
berlangsungnya komunikasi timbal balik. Orang humas/PR harus peka
terhadap pendapat umum (opini publik). Frank Jefkins (1983) kemudian
mengemukakan definisinya sendiri sebagai berikut : Public Relations
consist of all forms of planned communication, outwards and inwards,
between an organisation and its publics for the purpose of achieving
specific objectives concerning mutual understanding.
Kemudian mengemukakan analisis: The
first part of this definition tidies up the IPR version and specifies
that the purpose is not merely mutual understanding but achievement of
specific objectives. The management by objectives method is applied to
PR. When there are objectives, results can be measured against them,
making PR a tangible activity. If a PR programme is mounted to achieve a
declared objective the result can be observed or measured. If
necessary, marketing research techniques can be used to test the degree
of success or failure of a PR campaign.
Dalam tahun 1976, Rex Harlow (Theaker : 2004) telah meneliti 472 definisi Public Relations, untuk kemudian memunculkan satu defiinisi sebagai berikut : Public
Relations is a distinctive management function which helps establish
and maintain mutual lines of communication, understanding, acceptance,
and co-operation between an organisation and its publics, involves the
management of problems or issues; helps management to keep informed on
and responsive to public opinion; defines and emphasizes the
responsibility of management to serve the public interest; helps
management keep abreast of and effectively utilise change, serving as an
early warning system to help anticipate trends; and uses research and
ethical communication techniques as its principal tools.
Mengenai timbulnya berragam definisi dikemukakan Grunig dalam Excellence in Public Relations and Communication Management (1992) bahwa para ahli dan praktisi tidak hanya berbeda dalam keluasan bagaimana mereka mendefinisikan dan menggambarkan PR dan komunikasi organisasi, tetapi juga dalam asumsi tentang tujuan dan efeknya. Sebagian melihat bahwa tujuan PR adalah manipulation
atau bekerja dengan penuh keahlian dalam informasi, system dan
lain-lain untuk mencapai hasil yang dikehendaki. Sebagian lagi melihat PR sebagai diseminasi informasi, resolusi konflik, atau promosi untuk saling pengertian. Grunig kemudian mendefinisikan public relations as the management of communication between an organization and its publics. Definisi ini mensejajarkan PR dengan manajemen komunikasi.
Menurut Grunig (1992) PR /manajemen komunikasi lebih luas dari tehnik komunikasi dan lebih luas dari program-program khusus PR seperti hubungan dengan media atau publisitas. PR/manajemen
komunikasi menggambarkan seluruh perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
sebuah komunikasi organisasi dengan publik eksternal dan internal, yang
memberi dampak terhadap kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan.
Dalam pengertian ini PR/manajemen komunikasi adalah juga komunikasi organisasi.
Dalam dunia akademik, komunikasi organisasi secara luas digunakan untuk
menggambarkan komunikasi antara individu-individu dalam organisasi.
Bagaimana top managers, subordinates, middle-level managers, and other employees berkomunikasi satu sama lain dalam organisasi.
Mengenai publik internal dan eksternal,
menurut Jefkins (1983) publik bukan hanya dua publik yang besar yaitu
pegawai, dan pelanggan atau customers. Tetapi terdapat tujuh publik
utama ( seven basic publics), yaitu : community; employees;
suppliers of services and materials; investors-the money market;
distributors; consumers and users; opinion leaders. Jenis dan ragam
publik tersebut sesuai tipe masing-masing organisasi. Alasan mengapa
publik harus ditentukan, karena apabila macam publik tidak ditentukan,
sasaran terlalu luas, dan akan terjadi penghamburan biaya, waktu,
peralatan, dan lain-lain yang mengakibatkan sasaran program tidak akan
tercapai.
Grunig, dalam Managing Public Relations (1984) mengemukakan empat model public relations sebagai representasi public relations dalam praktek, yaitu model press agentry/publicity; public information; two-way asymmetric model, dan two-way symmetric. Setiap model dibedakan oleh tujuannya, dan sekalipun public relations mengembangkan fungsinya sebagai komunikasi persuasif, tetapi tidak semua model digunakan untuk tujuan persuasif.
Press agentry/publicity digunakan untuk tujuan propaganda; public information untuk tujuan penyebarluasan informasi, tidak semestinya melakukan persuasi secara intensif. Two-way asyimmetric model bertujuan sebagai scientific persuasion melalui
teori ilmu pengetahuan social dan penelitian tentang sikap dan perilaku
untuk melakukan persuasi terhadap public agar menerima sudut pandang
organisasi dan memberikan dorongan. Dalam two-way symmetric model praktisi public relations
memberikan pelayanan sebagai mediator antara organisasi dan public.
Tujuannya agar tercipta saling pengertian di antara institusi tersebut.
Model press agentry/publicity dan public information adalah model komunikasi satu arah, sedangkan model two-way asymmetric dan two-way symmetric adalah model komunikasi dua arah, kepada dan dari public. Terdapat perbedaan mendasar antara two-way asymmetric model dengan symmetric model. Model asymmetric tidak mengubah organisasi sebagaimana hasil public relations. Organisasi hanya berupaya mengubah sikap dan perilaku public. Model two-way symmetric lebih berfokus pada dialog daripada monolog, dan pihak manajemen akan mengubah kebijakannya setelah diperoleh hasil usaha public relations.
Optimalisasi peranan humas
Banyak referensi yang menunjukkan upaya untuk mengoptimalkan peranan humas/public relations. Antara lain, pertama, melalui penelitian (research). Newsom at.al (2010) menyatakan bahwa penelitian adalah fundamental bagi operasional public relations. Setiap kegiatan public relations, dalam
menentukan strategi dan taktiknya dimulai dengan mengumpulkan beberapa
fakta pendahuluan yang diperoleh melalui penelitian. Kunci dalam
penelitian adalah untuk mengetahui secara tepat apa yang ingin kita
ketahui dan bagaimana kita rencanakan untuk menggunakan informasi yang
kita peroleh. Kebanyakan penelitian public relations dikerjakan untuk mengetahui isu, macam-macam publik, isi dan khalayak media dan untuk mengevaluasi hasil-hasil kegiatan public relations.
Penelitian atau research menurut Seitel (2011) adalah interpretasi dan koleksi secara sistematis informasi untuk menambah pengertian. Banyak asosiasi public relations yang
menyampaikan informasi. Institusi harus melakukan penelitian secara
akurat yang bersangkutan dengan data tentang publics, products, dan
program untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sbb: bagaimana kita dapat
mengidentifikasi dan menentukan kelompok konstituen kita. Bagaimana
pengetahuan berhubungan dengan rancangan pesan kita. Bagaimana hubungan
public, produk, dengan rancangan program kita. Bagaimana hubungan
public, produk, terhadap media yang kita gunakan untuk menyampaikan
pesan-pesan.
Jefkins ( 1984) untuk research, menggunakan istilah marketing research
atau riset pemasaran, sebagai cabang ilmu pengetahuan social untuk
menghimpun informasi tentang pasar, baik itu pasar barang, maupun pasar
jasa. Riset pemasaran meliputi segenap teknik riset yang digunakan untuk
menyelidiki pendapat-pendapat, sikap, preferensi, dan motif. Sedangkan
riset periklanan mencakup studi tentang sirkulasi, pembaca media,
khalayak, prauji periklanan, nilai posisi iklan, dan tes lainnya.
Seluruh himpunan teknik inilah kadang-kadang disebut sebagai riset
pemasaran, dan lebih luas dari riset pasar. Walaupun syarat-syaratnya
cenderung lebih longgar. Penelitian yang dilakukan pemerintah biasanya
disebut survey social dan penelitian sosiologis disebut studi perilaku.
Upaya kedua untuk mengoptimalkan peranan humas/public relations adalah dengan menegakkan etika dalam melaksanakan kegiatan public relations. Menurut Jefkins (1984) public relations tidak akan dapat bekerja kecuali apabila dipercaya. Public relations sangat berbeda dari propaganda yang mengindoktrinasi menerima agama tertentu, social, maupun politik. Pada public relations kita bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi secara factual.
Etika terutama sekali harus diterapkan pada setiap perilaku praktisi public relations. Integritas pribadi merupakan bagian integral dari profesionalisme seseorang. Apabila atasan atau klien meminta praktisi public relations melakukan
sesuatu yang tidak etis, ia harus mampu menolaknya karena hal itu
bertentangan dengan kode etik professional yang harus dijunjung tinggi.
Grunig (1992) menyatakan bahwa public relations tidak
dapat menjadi baik apabila organisasinya memiliki budaya otoritarian,
manipulatif, dan pandangan yang asimetris dalam hubungan satu sama lain.
Kita berargumentasi bahwa public relations yang baik adalah yang berdasar kepada pandangan bahwa public relations adalah symmetrical, idealistis dalam peranan social dan manajerialnya. Pandangan (world view)
dapat dievaluasi melalui tiga criteria yaitu internal mereka logic dan
koheren, keefektifan eksternal mereka dalam membolehkan orang dan
organisasi untuk memecahkan permasalahan sesuai lingkungan mereka, dan
kemampuan etika mereka untuk mempromosikan kebaikan dan keharmonisan
social.
Optimalisasi Peranan Humas Dalam Organisasi Dakwah
Sebagaimana pendapat Grunig di atas, bahwa dengan memperhatikan keluasan cakupan kegiatan public relations, maka public relations adalah manajemen komunikasi. Apabila public relations sebagai manajemen komunikasi, maka public relations juga sebagai komunikasi organisasi. Alasan Grunig karena PR/manajemen
komunikasi menggambarkan seluruh perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
sebuah komunikasi organisasi dengan publik eksternal dan internal, yang
memberi dampak terhadap kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan.
Banyak para ahli atas dasar hasil
penelitiannya yang bersangkutan dengan perkembangan permasalahan yang
dihadapi organisasi, mengemukakan upaya-upaya supaya komunikasi
organisasi mencapai tujuan yang dikehendaki. Antara lain, Eric M.
Eisenberg dan kawan-kawan (2010) dalam Organizational Communication
memulai pembahasannya dengan mengemukakan komunikasi dan perubahan
dalam dunia kerja. Dikemukakannya bahwa akhir-akhir ini (abad 21)
kondisi dalam dunia kerja telah berubah secara signifikan. Adalah
penting untuk menguji kembali asumsi kita tentang efektivitas upaya
untuk mencapai keberhasilan. Dengan mengemukakan contoh dalam berbisnis,
pola interaksi yang efektif tahun lalu sudah menjadi usang saat ini
sehubungan adanya perubahan cita rasa pelanggan, nasabah (termasuk
khalayak) serta perkembangan teknologi.
Perubahan itu memang tidak bisa dihindari.The Change is inevitable. Perubahan besar dalam organisasi di abad 21 ini menurut Eric (2010) ditandai dengan tiga dimensi kritis, yaitu space, time and loyalty. Tentang space, di
abad 21 ditandai dengan perubahan dalam politik secara global
(berakhirnya perang dingin, bubarnya Uni Sovyet, dan runtuhnya tembok
Berlin, serta munculnya masyarakat Uni Eropa). Kemudian terjadi globalisasi. Globalisasi mensyaratkan organisasi untuk berkomunikasi dengan cara melampaui ruang dan waktu..
Banyak ahli berpendapat bahwa
globalisasi terjadi karena perkembangan yang cepat di bidang teknologi
komunikasi dan informasi. Apabila memperhatikan globalisasi di bidang
informasi, banyak manfaat yang dapat diraih dalam melaksanakan
komunikasi organisasi. Unsur Kecepatan, kejelasan, dan keluasan
jangkauan dalam menyampaikan informasi dapat dengan mudah terlaksana.
Tetapi selain nilai positif akibat globalisasi informasi, terdapat nilai
negatif yang merugikan nilai moral dan ilmu pengetahuan. Prof.Dr.Alwi
Dahlan dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Komunikasi (1997)
mengemukakan bahwa dengan kemampuan teknologi yang tinggi dan adanya
jaringan-jaringan global, maka produksi informasi pun meningkat dengan
cepat. Laju pertumbuhan dan akumulasi informasi akan terus meningkat,
sehingga informasi makin sulit dikendalikan.
Prof. Alwi Dahlan juga mengemukakan,
kecuali produksi informasi ilmiah, dunia juga dibanjiri oleh produksi
dari jaringan komunikasi massa global, regional, dan nasional yang
menghasilkan dan menyebarkan produk informasi hiburan yang jauh lebih
banyak. Sebagai akibat, masyarakat dibanjiri informasi dari segala
penjuru. Menurut Encyclopaedia, Informasi yang bersifat umum
ini berlipat dua lebih cepat dalam waktu dua setengan tahun, dibanding
dengan informasi ilmiah yang berganda setiap 12 tahun. Akibatnya terjadi
beban informasi yang berlebihan (information overload) dan
tidak jarang ahli melihatnya lebih sebagai mudharat daripada manfaat.
Mengutip pendapat Michael Marien, pengetahuan atau informasi yang
benar-benar dapat memberi arah kepada masyarakat justru semakin
berkurang jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah informasi hiburan
dan komersial.
Peran humas/public relations
dalam organisasi dakwah adalah sangat vital. Kesuksesan organisasi
dakwah terletak kepada kemampuan melakukan komunikasi organisasi.
Sebagaimana dikemukakan Eric (2010) secara teoretis, dalam mempelajari
komunikasi organisasi, terdapat empat perspektif. Pertama adalah
perspektif dengan pendekatan manajemen klasik yang membahas antara lain
manajemen secara ilmu pengetahuan; kedua tentang pendekatan hubungan
manusia yang membahas antara lain tentang studi yang bersangkutan dengan
hubungan manusia; ketiga tentang pendekatan sumber daya manusia; dan
keempat tentang system dan interdependensi dalam system.
Patut dapat diyakini bahwa keberhasilan humas/public relations dalam
organisasi dakwah karena didasari keyakinan sebagai suatu perbuatan
jihad mengemban amanah risalah. Kredibilitas sumber terjamin karena
memiliki kemampuan ilmiah, dan adanya kepercayaan masyarakat karena
sumbernya dapat dipercaya. Insya Allah.
Kesimpulan.
Kedudukan humas dalam sebuah organisasi
memiliki peranan penting. Agar fungsi humas dapat lebih berdaya guna
maka peranan humas perlu dioptimalkan. Optimalisasi peranan terutama
dapat dilakukakn melalui penelitian, sehingga diketahui secara tepat apa
yang kita ketahui dan bagaimana kita merencanakan. Optimalisasi peranan
juga dapat dicapai, melalui penegakan etika, karena etika akan
membuahkan kepercayaan.
Dalam organisasi dakwah yang didasari
suatu keyakinan, tuntutan untuk mengoptimalkan peranan humas adalah
suatu keharusan. Karena pendakwah dituntut untuk menyampaikan informasi
yang bernilai pengetahuan dan wibawa pendakwah tergantung dari besarnya
kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang disampaikannya dan
terhadap etikanya.
Daftar pustaka
Alwi Dahlan, “Pemerataan Informasi,
Komunikasi, dan Pembangunan”, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu
Komunikasi, Universitas Indonesia. 1997
Canfield, Betrand R., “Public Relations”, 1968, Richard D. Irwin, Illinois. 1968
Cutlip, Scott M. at.al, “Effective Public Relations”, Indeks, Jakarta. 2005
Eisenberg, Eric M, at.al. “Organizational Communication”, Bedford/St. Martin’s Boston New York. 2010
Grunig, James E & Todd Hunt, “Managing Public Relations”, CBS College Pblishing New York. 1984
Grunig, James. E, “Excellence in Public Relations and Communication Management”, Lawrence Erlbaum ASssociates, New Jersey. 1992
Jefkins, Frank, “Public Relations”, Mc Donald & Evans Ltd, Estover, Plymouth. 1984
Mayor Polak, “Sosiologi”, Balai Buku Ikhtiar, Jakarta. 1962
Newsom, Doug, at.al, “This is PR, The Realities of Public Relations”, Michael Rosenberg, Boston. 2010
Onong Uchyana Effendy, “Ilmu Komunikasi dalam Teori dan Praktek”, Remaja Rosda Karya, Bandung. 2007
Theaker, Alison, “The Public Relations Handbook”, Routledge, 2 Park Square. 2004
*Jurnal tersebut diatas diterbitkan dalam Jurnal Komunikologi Vol.9 No.1 Maret 2012
Tidak ada komentar :
Posting Komentar