PERAN PR MENERAPKAN MANAJEMEN KRISIS DALAM
MEMULIHKAN CITRA PT.GARUDA INDONESIA PASCA KECELAKAAN PESAWAT BOEING
G.737/400 DI YOGYAKARTA
Kiki Handayani1, Erman Anom1
1Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jl. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebun Jeruk, Jakarta 11510
handayanie22@gmail.com
Abstrak
Krisis adalah sesuatu yang paling ditakuti oleh perusahaan, karena
bisa menghancurkan reputasi perusahaan. krisis ini datangnya tidak dapat
diketahui, melainkan secara tiba-tiba. Tetapi krisis tidak semuanya
mendatangkan bahaya, sebaliknya mendatangkan peluang untuk memajukan
perusahaan. Ini semua tergantung dengan bagaimana cara menanganainya.
Dengan melakukan pengelolaan manajemen krisis yang tepat, maka krisis
bisa dijadikan peluang untuk lebih baik. Seperti penanganan yang
dilakukan humas Garuda Indonesia dengan sangat maksimal. Dalam mengelola
krisis ini humas Garuda Indonesia melakukan jenis krisis bersifat
segera, dan tahapan yang digunakan terkait dengan tipe krisis tersebut
adalah masuk kedalam tahap akut. Tahap ini merupakan sudah cukup berat,
karena dalam kecelakaaan tersebut memakan jumlah korban yang meninggal
cukup banyak. Selanjutnya barulah dimulai tahap mengelola krisis.
Terlebih dahulu mengidentifikasi serta menganalisisnya sampai pada
pemulihan citra. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui
Manajemen Krisis di PT Garuda Idonesia, selain itu juga untuk mengetahui
Strategi manajemen krisis , serta untuk mengetahui Peran Humas dalam
mengelola krisis manajemen tersebut. Hasil penelitian yang diperoleh
adalah Pengelolaan PR dalam melakukan penanganan krisis tersebut sangat
baik. Walaupun langkahlangkah strategi yang terdapat dalam teori tidak
sepenuhnya dilakukan oleh humas Garuda. Dengan hasil penanganan yang
maksimal humas Garuda sudah menjalankan perannya dengan baik, yaitu
dapat membantu perusahaan untuk menciptakan kondisi perusahaan yang
sedang mengalami krisis menjadi kembali sedia kala.
Kata kunci: manajemen krisis, citra, kecelakaan pesawat
Pendahuluan
Garuda Indonesia merupakan maskapai penerbangan pertama di Indonesia dan berhasil menguasai pangsa penerbangan hingga go Internasional.
Berbeda dengan banyak perusahaan penerbangan lainnya, Garuda Indonesia
dilahirkan di tengah kancah perjuangan bangsanya. Lahir pada masa
mempertahankan untuk mengisi kemerdekaan. Bermula dari sebuah pesawat
Dakota di tahun 1948, Garuda Indonesia kini memiliki 73 armada pesawat
terbang, membuatnya terbesar di Asia Tenggara. Menghubungkan setiap Ibu
kota propinsi dan melayani penerbangan teratur kelima benua di dunia.
Sehingga Dalam waktu yang cukup lama, hingga sampai detik sekarang ini,
Garuda Indonesia berhasil mempertahankan visi dan misinya, sehingga
dapat menjadi pilihan utama bagi penumpang di kelas affluent dan high networth, yaitu melayani segmen pasar masyarakat kelas menengah keatas dengan mengutamakan layanan yang prima dan unik.
PT. Garuda Indonesia selalu memberikan
citra yang positif di mata khalayaknya, terutama untuk memuaskan
pelanggan yang selalu setia terbang menggunakan jasa penerbangan Garuda
Indonesia dalam menomersatukan pelayanan. Contohnya PT. Garuda Indonesia
selalu memberikan produk mengenai layanan terbaru untuk menambah
kenyamanan bagi pelanggan Garuda. Selain itu juga Garuda Indonesia Dalam
mempertahankan Citranya yang baik, PT. Garuda Indonesia selalu
menciptakan hubungan yang baik antara pihak internal,
diantaranya selalu melakukan komunikasi yang baik antara karyawan dengan
pimpinan, serta saling mendukung antara unit yang satu dengan yang
lainnya dalam membangun Citra Garuda Indonesia. Sedangkan eksternalnya Garuda Indonesia selalu menjalin hubungan baik dengan pihak luar dan stakeholdersnya,
diantaranya Humas Garuda Indonesia selalu mengadakan kerja sama dengan
perusahaan lain. Selain itu juga pihak humas Garuda Indonesia selalu
menjaga hubungan baik dengan pers dan juga kepada publik,terutama
pelanggan. Misi Inilah yang dijalankan PT. Garuda Indonesia guna
terciptanya citra yang positif dimata khalayaknya, Sebagai Penerbangan no satu di Indonesia yang berdaya saing Internasional.
Kondisi pada saat sebelum terjadinya
krisis di Garuda Indonesia,terutama di ruang lingkup Humasnya,pada
setiap harinya kondisi suasananya sangat harmonis, melainkan biasabiasa
saja, karena masing-masing bagian sudah mempunyai tugasnya sendiri,
melainkan tidak ada tanda-tanda apapun ketika akan mengalami krisis.
Tapi serentak Garuda Indonesia, terutama pihak humasnya sangat terkejut,
ketika diberitahukan kabar yang sangat menyedihkan pada tanggal 7 Maret
2007, Tragedi Accident pesawat Garuda Indonesia kembali terjadi, suasana diruangan humas yang tadinya sangat tenang, ketika dikabarkan berita Accident
tersebut, suasanapun langsung berubah seketika menjadi hiruk pikuk,
melainkan semua pihak garuda dibikin sibuk, terutama humasnya tingkat
kesibukan menjadi meningkat dalam menghadapi krisis tersebut, dalam
mencari informasi yang akurat mengenai accident tersebut. kini PT.
Garuda Indonesiapun kembali berduka. Pesawat Garuda Indonesia berjenis
Boeing 737/400 jurusan Jakarta – Jogya dengan nomor penerbangan GA-200
bergistrasi PK-GZC, yang diterbangkan oleh Capt. M. Marwoto Komar
tersebut, Terbakar di Bandara Adi Sucipto Jogyakarta dengan membawa 133
penumpang dan 7 awak kabin. Diantaranya penumpang yang tewas berjumlah
22 penumpang, dan 4 zenazah diantaranya warga Asing (WNA), sedangkan
penumpang yang lainnya mengalami cedera dan luka-luka, hingga
diantaranya ada yang dirawat di Rumah Sakit Bethesda, RS Panti Rapih,
dan RS dr Sardjito. Dari kecelakaan yang menimpa Garuda tersebut, banyak
munculnya spekulasi, diantaranya banyak mengatakan bahwa penyebab
kecelakaan tersebut adalah campur tanggan manusia yang tidak bertanggung
jawab (Human Eror), melainkan dugaan sabotase adanya unsur terorisme.
Dugaan sabotase muncul, karena di dalam pesawat ada 8 warga Australia
yang hendak mengikuti kunjungan Alexander Downer ke Jogyakarta.
Adanya dugaan sabotase tersebut langsung
dibantah oleh ketua Federasi Pilot Indonesia (FPI) Manotar Napitupuluh,
yang mengatakan, bahwa kemungkinan adanya dugaan sabotase atau aksi terorisme
sangat kecil. Sebab, sistem pengamanan di bandara sangat ketat bahkan
berlapis-lapis. Mulai dari pintu keberangkatan, gerbang boarding, maupun
saat masuk ke gate menuju pesawat.”Demikian pula untuk masuk ke area
bandara, termasuk apron, sangat ketat. Jadi kemungkinan adanya sabotase
sangat kecil. Ketika kecelakaan Pesawat GA 200 terjadi, ada salah satu
saksi mata yang melihat munculnya asap sebelum (bouncing) tiga
kali, sehingga mesin kanan pesawat menyentuh landasan dan menimbulkan
percikan api. Pesawat kemudian kehilanggan keseimbangan dan terperosok
ke sawah di sekitar bandara, mesin kanan pesawat terlepas. Seketika itu
pun api berkobar dahsyat dalam hitungan menit dan para penumpang panik
luar biasa. Sebagian besar penumpang lolos dari maut setelah berhasil
keluar dari pintu darurat didekat sayap pesawat. Namun puluhan orang
yang hendak lewat pintu depan pesawat justru terjebak sehingga tewas
terbakar. Penyebab terjadinya kecelakaaan GA 200 itu kemungkinan
kecepatan pesawat yang menjadi faktor kecelakaan itu. Menurut “Profesor
Heat dari Universitas South Australia, pesawat mendarat tanpa kerusakan
dan kemungkinan kelebihan kecepatan menjadi penyebabnya.
Mengenai kecelakaan (accident)
yang dialami PT. Garuda Indonesia tersebut menaruh luka yang sangat
mendalam bagi masyarakat Indonesia seluruhnya, terutama bagi keluarga
korban, dari Accident tersebut masyarakat banyak bertanya-tanya, Mengapa
accident ini bisa terjadi kepada Garuda Indonesia yang
sebelumnya terkenal dengan image sebagai maskapai penerbangan yang
paling aman dan no satu di Indonesia. Kini kepercayaan Masyarakat
Indonesia terhadap Garuda telah luntur, melainkan masyarakat Indonesia
menjadi sedikit trauma untuk menggunakan jasa penerbangan Garuda
Indonesia. Menurut berita dari surat kabar Investor Daily”…. Garuda
Indonesia dicitrakan sebagai perusahaan penerbangan paling aman. Meski
tarif diatas rata-rata penerbangan swasta, Garuda tetap menjadi
prioritas penumpang berduit karena citra ‘best safety’ itu. Kecelakaan
kemarin pagi di Yogyakarta itu boleh jadi memupuskan semua kesan positif tentang
Garuda sebagai maskapai penerbangan paling aman, melainkan kini tidak
ada lagi maskapai penerbangan nasional yang menyandang citra Aman….” (
Daily, 8/03/07 : 4 ). Kini masyarakat Indonesia semakin dibuat bingung
oleh maskapai penerbangan, karena penerbangan yang terbilang paling
amanpun seperti Garuda Indonesia bisa mengalami nasib tragis seperti
ini. Citra Garuda Indonesia kini buruk dimata masyarakat, lalu langkah
apa yang akan di lakukan Garuda Indonesia selanjutnya. Akankah Garuda
Indonesia berhasil memulihkan Citra yang dinilai buruk menjadi baik
lagi di mata khalayaknya ?
Musibah GA-200 tersebut memunculkan
dugaan tentang kondisi pesawat yang tidak bagus.Pujobroto, selaku Kepala
Komunikasi Garuda Indonesia menjamin bahwa GA-200 itu dalam kondisi
laik terbang serta sudah menjalani perawatan sesuai regulasi dan standarinternasional.
Selain menjalani perawatan rutin, pesawat GA-200 juga menjalani
perawatan jam terbang. Pesawat GA-200 yang bergabung dengan Garuda sejak
10 oktober 2002 itu telah menjalani semua cek. Kepala Komunikasi Garuda
Indonesia mengatakan, perawatan A Check terakhir dilakukan
pada 7 Februari 2007 di Denpasar dengan jam terbang 3.960. Berdasarkan
data terakhir pada 31 Oktober 2006, pesawat GA200 telah menempuh 34.112
jam penerbangan atau setiap tahun rata-rata menempuh 2.441 jam terbang.
Pesawat ini pertama kali digunakan oleh Aloha Airlines di Hawaii pada
November 1992. pesawat kemudian digunakan oleh Star Europe pada 23 April
1996. kurang dari satu tahun, pada 28 November 1997, pesawat ini
kemudian dikembalikan ke pusat pemeliharaan General Electric di AS.
Selanjutnya pesawat dioperasikan oleh Jet Airways (India) hingga 21
Oktober 1999 dengan nomor seri VT-JAP, sebelum dibeli oleh perusahaan
penjualan pesawat Aircraft Finance Trust. Pesawat ini kemudian dipakai
kembali oleh Jet Airways hingga 9 mei 2002.
Pasca terjadinya accident tersebut
secara tidak langsung Citra Garuda Indonesia tercoreng dimata
khalayaknya, untuk itu upaya-upaya yang dilakukan Humas Garuda Indonesia
dalam menangani acident tersebut adalah ketika krisis itu muncul,
tentunya banyak ketidakpastian muncul atau spekulasi, untuk itu pihak
humas harus mengklarifikasinya, melainkan kondisi seperti itu harus
segera ditritmen/ditangani secara bertahap, setelah melakukan tritmen
baru muncul penjelasan, misalnya dari sumber data yang dikumpulkan humas
memastikan data tersebut akurat atau tidak. Dan tiap hari setelah accident tersebut humas mengeluarkan berita pers, mengenai data terbaru dari accident
tersebut. Dan yang paling mendasar ketika accident itu terjadi adalah
pihak humas harus benar-benar mencari sumber data yang akurat, yang
benar-benar informasi yang didapat bisa dipertanggungjawabkan, selain
itu pihak humas juga mencari tahu kenapa terjadinya accident
tersebut, gimana terjadinya, apakah ada korban jiwa, ada berapa korban
jiwa yang selamat atau tidak. Garuda Indonesia merasa bersalah, untuk
itu pihak Garuda Indonesia memberikan uang simpati kepada semua
penumpang Garuda Indonesia yang selamat 25 juta rupah, sedangkan bagi
korban meninggal dunia, untuk keluarga korban diserahkan uang sebesar
600 juta rupiah.
Sedangkan Upaya yang dilakukan Humas Dalam Pemulihan citra Garuda Indonesia dalam menerapkan manajemen krisis terhadap accident
GA 200 tersebut, Pihak humas termasuk sangat siap sekali ketika
menghadapi accident itu tertjadi, sehingga penanganannya pun terbilang
sangat cepat. Dan untuk memulihkan citra tersebut, tentunya pihak humas
berupaya untuk menggunakan pilihan Strategi yang tepat dan mantap dalam
menangani krisis manajemen, guna mengembalikan citranya yang positif di
mata khalayaknya.
Fokus Penelitian
Dengan adanya musibah terjadinya accident
Pesawat Boeing 737/400 di Jogyakarta itu, PT. Garuda indonesia
mengalami krisis Manajemen yang dapat menjatuhkan Citra Garuda
Indonesia dimata publik. Sebelum accident naas ini terjadi
Garuda Indonesia dicitrakan sebagai perusahaan penerbangan paling aman.
Meski tarif jauh lebih mahal dibandingkan dengan penerbangan swasta
lainnya, Garuda Indonesia tetap menjadi prioritas pilihan utama
penumpang berkelas. Setelah terjadinya kecelakaan tersebut citra Garuda
Indonesia tercoreng. Banyak publik yang kecewa dan merasa prihatin atas
musibah yang menimpa Garuda Indonesia. sebelum terjadinya accident
tersebut masyarakat menilai citra Garuda Indonesia yang paling baik
dalam soal pelayanannya bila dibandingkan dengan maskapai penerbangan
yang ada di Indonesia. Dan setelah Accident itu terjadi
kepercayaan masyarakat terhadap citra Garuda Indonesia telah hilang
sebagai maskapai penerbangan yang paling aman. Sehingga masyarakat
merasa takut untuk menggunakan pesawat terbang.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka tujuan penulis meneliti studi kasus ini, yaitu :
- Untuk mengetahui Manajemen Krisis di PT. Garuda Indonesia
- Untuk mengetahui Stategi Manajemen Krisis apa yang digunakan PT. Garuda Indonesia
- Untuk mengetahui Peran Humas dalam Manajemen Krisisi di PT.Garuda Indonesia
Manajemen Krisis
Pada hakeketnya PR dan public Affairs
adalah kegiatan mengantisipasi, berusaha melihat kejadian apa yang akan
terjadi di masa mendatang. Juga untuk melihat kecenderungan dan isu yang
bisa berkembang sehingga merusak hubungan yang penting. Krisis
menciptakan perusahaan dalam posisi menjadi perhatian masyarakat
sehingga mempertanyakan kompetensi manajemen perusahaan. Oleh karena itu
perusahaan harus berkomunikasi dengan cepat, akurat dan terampil dengan
beberapa kelompok penting seperti karyawan, media dan pemegang saham.
Definisi krisis menurut Linke (1999: 84) adalah : Merupakan suatu
ketidak normalan dari konsekuensi negative yang mengganggu operasi
sehari-hari sebuah organisasi yang mungkin berakibat adanya kematian,
menurunnya kualitas kehidupan, berkurangnya tingkat kesejahteraan dan
menurunnya reputasi perusahaan. Dari definisi tersebut, penulis memahami
bahwa krisis perusahaan bisa dilihat dari ketidaknormalan dari
konsekuensi negative yang mengganggu operasi sehari-hari sebuah
organisasi. Penulis juga memahami bahwa krisis itu juga bisa dikatakan
sebagai suatu keadaan yang genting, yang datangnya secara tiba-tiba atau
tidak pernah diduga sama sekali. Krisis bisa juga dikatakan sebagai
penyakit menular, yang kalau tidak segera diatasi bisa fatal akibatnya.
Untuk itu, krisis perlu dikarantina sebelum tindakan serius diambil.
Ketika krisis muncul, tindakan yang harus dilakukan praktisi PR adalah
harus cepat memberi respon dalam memberikan konfirmasi yang akurat pada
media, serta dalam mengambil keputusan praktisi PR harus bekerja dengan
cepat dalam menanggulangi krisis tersebut. Sementara menurut Kasali
(1994 : 222 ) Krisis adalah “ Suatu waktu yang krusial, atau momen yang
menentukan (decisive moment). Krisis merupakan suatu turning point yang diselesaikan dengan baik akan melahirkan kemenagan (for better). Dan bila gagal akan menimbulkan korban (for worse).
Oleh karena itu perlu diketahui bahwa krisis tidak timbul begitu saja,
sebelum ia mencapai suatu turning point, ia pasti akan memberi
tanda-tanda.” Dari definisi tersebut, penulis memahami bahwa krisis
merupakan suatu turning point for better or worse (titik balik
untuk makin baik atau makin buruk). Bila suatu perusahaan mengalami
situasi krisis yang termasuk jenis krisis akut dan ditangani langsung
oleh pihak perusahaan, maka keadaan terburuk tidak akan dialami oleh
perusahaan, melainkan melahirkan kemenangan bagi perusahaan tersebut.
Karena kemenangan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi peluang untuk
memulihkan kembali citra yang tadinya buruk menjadi baik lagi.
Begitu juga dengan PT. Garuda Indonesia
yang merupakan salah satu maskapai penerbangan yang mengalami krisis
manajemen ketika Accident pesawat GA-200 di Yogyakarta pada 7 Maret
2007. Pasca Accident tersebut Garuda Indonesia mengalami penurunan citra
di mata masyarakat. Untuk itu, pihak humas Garuda Indonesia langsung
merespon cepat dalam penanganan krisis tersebut. Ada definisi lain yang
sangat menarik yang berasal dari Cina. Masyarakat cina menggunakan
symbol wei-ji. Wei-ji merupakan kombinasi dari dua kata dalam bahasa
Cina yang berarti “bahaya” dan “peluang”. Memang benar, krisis bisa
menjadi bahaya atau bisa pula keberuntungan ; peluang. (Kasali,1994:
222) Dari pendapat tersebut, penulis memahami bahwa arti krisis dalam
bahasa Cina bisa berarti menjadi bahaya dan bisa juga jadi peluang.
Maksudnya, bila suatu perusahaan mengalami krisis dan tidak cepat
langsung ditangani, maka sangat bahaya sekali bagi perusahaan tersebut,
bisa-bisa hidup matinya perusahaan itu dipertaruhkan. Sedangkan bagi
perusahaan yang bisa mengatasi krisis dengan baik, maka perusahaan
tersebut akan memanfaatkan keberhasilan itu menjadi peluang yang baik,
untuk memulihkan citra positifnya kembali. Jadi kesimpulan penulis
mengenai krisis adalah penyakit menular yang sangat merugikan
perusahaan, yang semestinya harus dikarantina terlebih dahulu. Krisis
juga bisa dikatakan sebagai keadaan yang genting, yang datangnya
tiba-tiba atau tidak pernah diduga sebelumnya. Krisis bisa juga
mendatangkan bahaya atau peluang bagi perusahaan yang mengalaminya. Oleh
karena itu krisis jangan dianggap remeh oleh perusahaan, karena bila
tidak langsung diatasi atau diambil tindakan yang serius, maka bisa
berakibat fatal. Bisa-bisa bagi perusahaan yang mengalaminya bukan
peluang yang didapat, melainkan nama baik perusahaan tersebut
dipertaruhkan.
Setelah memaparkan definisi krisis,
penulis juga paparkan manajemen krisis dalam perusahaan. Iriantara
(2004: 116), mengatakan “manajemen krisis ialah salah satu bentuk saja
dari ketiga bentuk respon manajemen terhadap perubahan yang terjadi di
lingkungan eksternal organisasi”. Respon tersebut antara lain dilakukan
dalam konteks mengelola perubahan. Pada sisi lain, perubahan lingkungan
yang tidak terduga memang sering terjadi di dunia ini, siapa yang
membayangkan bahwa desas-desus bisa menghancurkan nama baik suatu
perusahaan atau merek dagang sedemikian besar. Dalam hal kegiatan public
Relations, manajemen krisis merupakan salah satu aspek yang mendapatkan
perhatian. Manajemen krisis ini boleh dikatakan sebagai “bantalan” yang
dipersiapkan oleh organisasi untuk menghadapi krisis yang sifatnya
tidak terduga dan mendadak. (Iriantara, 2004: 116) Sedangkan definisi
manajemen krisis menurut sumber dari http://www.dephan.go.id. Adalah :
“upaya untuk menekan faktor ketidakpastian dan faktor resiko hingga
tingkat serendah mungkin, dengan demikian akan lebih mampu menampilkan
sebanyak mungkin faktor kepastiannya”. Sebenarnya yang disebut manajemen
krisis itu diawali dengan langkah mengupayakan sebanyak mungkin
informasi mengenai alternatif-alternatif, maupun mengenai probabilitas,
bahkan jika mungkin mengenai langkah-langkah yang direncanakan untuk
ditempuh, dapat lebih didasarkan pada sebanyak mungkin dan selengkap
mungkin serta setajam (setepat) mungkin informasinya. Tentu saja
diupayakan dari sumber yang dapat diandalkan (reliable), sedangkan
materilnya juga menyandang bobot nalar yang cukup.
(http://www.dephan.go.id.) Dari kedua pernyataan definisi tersebut,
penulis memahami bahwa manajemen krisis memiliki perbedaan. Perbedaan
tersebut antara lain yang dikatakan Iriantara bahwa manajemen krisis
sebagai bentuk dari ketiga bentuk respon manajemen terhadap perubahan
yang terjadi dilingkungan eksternal, sedangkan menurut situs
www.dephan.go.id penjelasan manajemen krisis lebih pada faktor
ketidakpastian dan menampilkan sebanyak mungkin faktor kepastian dalam
mengambil suatu langkah atau keputusan dalam menghadapi suatu krisis.
Namun pada intinya kedua definisi itu memiliki satu tujuan yang sama
dimana manajemen krisis merupakan suatu bentuk sandaran yang telah
dipersiapkan oleh organisasi/perusahaan untuk menghadapi krisis yang
sifatnya tidak terduga atau datangnya tidak diketahui secara tiba-tiba.
Ketika krisis itu datang, manajemen krisis sudah harus dalam keadaan
siap dalam menangani krisis tersebut. Sedangkan manajemen krisis menurut
Rosan, selaku senior staff humas di PT. Garuda Indonesia adalah upaya
atau cara mengelola krisis dari saat mulai kejadian, penanganan, hingga
proses Recovery dalam upaya mempertahankan image perusahaan.
Jadi menurut penulis manajemen krisis
adalah suatu persiapan/bisa juga dikatakan sebagi suatu bentuk
sanggahan/sandaran dalam menghadapi situasi krisis yang datangnya secara
tiba-tiba atau tidak di duga sama sekali. Jadi ketika krisis datang
menerpa suatu perusahaan, dan perusahaan tersebut memiliki manajemen
krisis yang baik, maka perusahaan siap menghadapi krisis yang datang.
Karena di dalam manajemen krisis tersebut sudah terbentuk tim yang
khusus menangani krisis.
Tipe dan Anatomi Krisis
Ada tiga tipe krisis dikemukakan Claudia Reinhardt, (Morissan, 2006: 154), berdasarkan kategori waktu, yaitu :
- Krisis bersifat segera (immediate crises)
- Krisis baru muncul (emerging crises)
- Krisis bertahan (sustained crises) Berikut penjelasan ketiga tipe krisis tersebut :
1. Krisis bersifat segera (immediate crises)
Tipe krisis yang paling ditakuti karena
terjadi begitu tiba-tiba, tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak ada
waktu untuk melakukan riset dan perencanaan. Contoh : pesawat jatuh,
eksekutif penting meninggal, kebakaran, gempa bumi, serangan bom, produk
yang tercemar, penembakan di tempat kerja oleh karyawan yang baru di
phk dan sebagainya. Krisis jenis ini membutuhkan consensus terlebih
dahulu pada level manajemen puncak untuk mempersiapkan rencana umum (general plan)
mengenai bagaimana bereaksi jika terjadi krisis yang bersifat segera
agar tidak menimbulkan kebingungan, konflik dan penundaan dalam
menangani krisis yang muncul.
2. Krisis baru muncul (emerging crises)
Tipe krisis ini masih memungkinkan
praktisi humas untuk melakukan penelitian dan perencanaan terlebih
dahulu, namun krisis dapat meledak jika terlalu lama ditangani. Contoh :
munculnya ketidakpuasaan di kalangan karyawan, semangat karyawan yang
rendah, pelecehan seksual di tempat kerja, penyalahgunaan jabatan dan
sebagainya Tantangan bagi praktisi humas jika terjadi krisis jenis ini
adalah meyakinkan manajemen puncak untuk mengambil tindakan perbaikan
sebelum krisis mencapai tahapan kritis.
3. Krisis bertahan (sustained crises)
Krisis bertahan adalah krisis yang tetap
muncul selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun walaupun telah
dilakukan upaya terbaik oleh pihak manajemen perusahaan atau organisasi
untuk mengatasinya. Contoh : rumor atau spekulasi mengenai perusahaan
yang menyebar dari mulut ke mulut dan disebarluaskan oleh media massa
yang kesemuanya di luar kontrol praktisi humas.
Walaupun telah berkali-kali dibantah
pihak pihak perusahaan namun upaya itu belum juga berhasil. Rumor dan
isu terus beredar. Contoh : isu atau rumor mengenai pemutusan hubungan
kerja besar-besaran di perusahaan atau rumor yang menimpa perusahaan AS,
Procter & Gamble, yang diisukan sebagai perusahaan ‘pemuja setan’
karena logo perusahaan dianggap sebagai symbol setan. Dalam penjelasan
tipe krisis diatas, penulis memahami bahwa dalam ketiga tipe krisis
tersebut mewakili jenis-jenis krisis yang ada, karena itu tipe krisis
bersifat segera ini merupakan tipe krisis yang dialami oleh PT Garuda
Indonesia mengenai Accident pesawat Garuda Indonesia GA 200 yang
terbakar di Yogyakarta. Dalam tipe krisis ini memang datangnya sangat
tiba-tiba, tidak terduga dan tidak pernah diharapkan sama sekali.
Sehingga dalam jenis tipe krisis ini setiap perusahaan harus dalam
keadaan siap, dengan datangnya krisis secara mendadak. Dari penjelasan
tipe krisis diatas, berikut penulis paparkan anatomi krisis berdasarkan
tingkat tahapannya. Menurut Steven Fink (Kasali, 1994: 227-230), anatomi
krisis itu berdasarkan tahapan-tahapan. Ada empat tahapan krisis
sebagai berikut :
- Tahap Prodromal
- Tahap Akut
- Tahap Kronis
- Tahap Resolusi (Penyembuhan) Berikut penjelasan mengenai empat tahapan krisis tersebut :
1. Tahap Prodromal
Krisis pada tahap ini sering dilupakan
orang karena perusahaan masih bergerak dengan lincah. Padahal, pada
tahap ini bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak),melainkan
krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut juga warning stage,
karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus
segera diatasi. Ada tindakan yang musti di lakukan supaya krisis tidak
menjadi akut. Tahap prodromal biasanya muncul dalam salah satu dari
tiga bentuk ini, yaitu : Jelas sekali Tatkala gejala awal memang sudah
bisa di lihat dengan jelas seperti munculnya desas-desus atau adanya
kebocoran pipa gas di pabrik. Samar-samar Yakni gejala yang muncul hanya
samar-samar sehingga sulit menafsirkan dan menduga luasnya satu
kejadian, seperti munculnya pesaing baru atau tindakan/ucapan dari
pemuka pendapat. Sama sekali tidak terlihat. Gejala-gejala krisis bisa
tak terlihat sama sekali. Perusahaan tidak dapat membaca gejala ini
karena kelihatannya segalanya oke-oke saja. Laba perusahaan meningkat
dengan baik. Perusahaan beranggapan “sulit untuk memuaskan semua pihak”.
Maka, kalau ada kerugian pada salah satu produk atau keburukan pada
salah satu lini, itu adalah sangat wajar. untuk itu perusahaan perlu
melakukan general check-up secara rutin, missal tiga atau enam bulan
sekali dengan memanggil konsultan. Metode yang biasanya di pakai adalah
management audit yang menyangkut segala aspek di dalam perusahaan.
2. Tahap Akut
Pada tahap ini krisis sudah kelihatan
dan orang menyadari krisis sudah terjadi. Salah satu kesulitan besar
dalam menghadapi krisis pada tahap akut ini adalah intensitas dan
kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak menyertai tahap ini.
Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan,
sedangkan intensitasnya ditentukan oleh kompleksnya permasalahan. Tahap
akut merupakan antara krisis berikutnya, yakni tahap kronis.
3. Tahap Kronis
Pada tahap ini sisa krisis kelihatan.
Ini merupakan tahap untuk melakukan pemulihan dan analisa diri. Ada
langkah-langkah yang dilakukan, seperti pergantian manajemen, perusahaan
struktur perusahaan atau perubahan nama perusahaan. Tahap kronis adalah
tahap terenyuh. Kadang-kadang dengan bantuan seorang krisis manager
yang handal, perusahaan akan memasuki keadaan yang lebih baik, sehingga
pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan (resolution) mulai
berlangsung.
4. Tahap Resolusi (penyembuhan)
Tahap ini adalah tahap penyembuhan
(pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Meski bencana
besar dianggap sudah berlalu, crisis manager tetap perlu berhati-hati,
karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukan bahwa krisis tidak akan
berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus
yang akan membawa kembali keadaan semula (prodromal stage). Bila pasien
yang sedang dalam proses penyembuhan (tahap resolusi) tidak dapat
menahan diri, dan bila penyembuhannya tidak tuntas benar, ia akan
kembali lagi ke tahap prodromal. Penulis memahami bahwa dengan adanya
anatomi krisis, dapat mempermudah praktisi PR untuk peka terhadap
datangnya krisis di perusahaan. Apabila suatu perusahaan sudah
memperlihatkan tanda-tanda tahapan krisis tersebut, praktisi PR harus
peka dan harus mengambil tindakan yang cepat, sebelum krisis itu
menyebar luas. Sama halnya yang dialami PT. Garuda Indonesia mengenai
accident pesawat Garuda GA 200 di Yogyakarta, dilihat dari tahapan
krisis diatas, Garuda Indonesia mengalami krisis manajemen termasuk
kedalam tahapan krisis akut. Karena pada tahap krisis ini sudah
kelihatan sangat jelas sekali. tetapi krisis ini dapat ditangani dengan
cepat oleh pihak Garuda.
Pada tahapan krisis yang dialami oleh
Garuda termasuk dalam tahapan krisis akut, dan kaitannya dengan siklus
krisis adalah bahwa siklus krisis tersebut hanya menggambarkan secara
skematis dari tahapan-tahap krisis tersebut secara berurutan menuju ke
tahap penyembuhan. Dan bila dilihat dari cara kerja Garuda Indonesia
dalam penanganan krisis tersebut, garuda menggambarkan siklusnya dari
tahap akut langsung beralih ketahap penyembuhan (resolusi), melainkan
tidak ketahap kronik dulu, karena krisis tersebut dapat ditangani dengan
baik, sehingga tidak menjadi parah. Krisis yang menimpa organisasi itu,
melalui tahapan-tahapan di atas secara siklikal. Secara skematis,
menurut steven Fink (Kasali,1994:226), menggambarkannya sebagai berikut.
Siklus Krisis
Dari gambar siklus krisis diatas, dapat
disimpulkan sebagai berikut : Salah satu tugas penting yang harus
dilakukan dalam mengelola krisis adalah memotong siklus tersebut,
sehingga krisis tersebut dari krisis prodromal langsung menjadi krisis
resolusi, tidak harus melalui tahapan krisis akut atau krisis kronis
terlebih dulu. Kegiatan public relations adalah mengupayakan
agar titik balik ini tidak mengikuti siklus seperti digambarkan dalam
skema di atas, melainkan membalikkan krisis prodromal langsung menuju
tahap penyembuhan. Kejelian membaca situasi tentu sangat diperlukan
untuk bisa memotong siklus ini. (Kasali, 1994: 226) Dari uraian diatas,
penulis memahami bahwa bagan suatu siklus krisis, adalah seperti bagan
diatas, akan tetapi untuk mengubah siklus krisis yang diinginkan,
dibutuhkan diagnosis yang mendalam dan tindakan yang cermat. Siklus yang
diinginkan tersebut adalah memotong siklus, sehingga krisis prodromal
menuju langsung ke krisis resolusi, tidak harus melalui tahapan krisis
akut dan kronik terlebih dulu. Pemotongan siklus ini digunakan, agar
dalam menangani krisis tersebut cepat menuju dalam tahap penyembuhannya.
Mengelola Krisis
Dalam mengelola krisis ada dua pendapat
ahli yang penulis tulis,yaitu : Yosal iriantara (2004: 124),
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengelola krisis antara lain :
Identifikasi krisis, Analisis krisis, Isolasi krisis, Pilihan strategi,
Program pengendalian. Sedangkan menurut, IFAS (2001: 63),
Langkah-langkah dalam menghadapi krisis tersebut antara lain :
Mengidentifikasi krisis, Fact-finding selama masa tidak krisis,
Membentuk tim, Fine-tune jaringan komunikasi. Berikut penjelasan dari
kedua pendapat ahli dalam mengelola krisis tersebut : langkah-langkah
yang perlu dilakukan dalam mengelola krisis, menurut Iriantara (2004:
124) sebagai berikut :
- 1. Identifikasi krisis
Dalam mengidentifikasi krisis, praktisi
public relations melakukan penelitian, yang penelitiannya bisa saja
bersifat informal dan kilat, bila krisisnya terjadi sedemikian cepat.
Katakanlah di sini praktisi public relations mendiagnosis krisis
tersebut. Diagnosis itu merupakan langkah awal yang penting untuk
mendapatkan data dan informasi yang akan digunakan untuk melakukan
tindakan
pada tahap berikutnya.
- 2. Analisis krisis
Data dan informasi yang dikumpulkan
tersebut untuk selanjutnya diurai, baik bagian per bagian, artinya
melakukan analisis parsial atau analisis menyeluruh. Analisis ini
dilakukan sebagai dasar untuk menentukan pengambilan tindakan yang
tepat.
- 3. Isolasi krisis
Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga
berarti lebih dari sekadar penyakit biasa, ia adalah penyakit menular.
Untuk mencegah krisis menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan
sebelum tindakan serius dilakukan.
- 4. Pilihan Strategi
Sebelum langkah berkomunikasi dilakukan,
setelah melakukan analisis dan mengisolasi krisis, penting untuk
menentukan strategi mana yang akan dipergunakan. Strategi generic dalam
menangani krisis ini ada tiga bentuk.
- Strategi Defensif
Langkah-langkah yang diambil untuk strategi ini adalah :
- Mengulur waktu
- Tidak melakukan apa-apa
- Membentengi diri sekuat-kuatnya
- Strategi Adaptif
Langkah yang diambil untuk strategi ini mencakup hal-hal yang lebih luas, yakni :
- Mengubah kebijakan
- Memodifikasi operasional
- Kompromi
- Meluruskan citra
- Strategi Dinamis
Langkah yang diambil untuk strategi ini
bersifat makro dan dapat mengubah karakter organisasi. Pilihan dalam
strategi ini mencakup
- Merger dan akuisisi
- Investasi baru
- Menjual saham
- Meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama
- Menggandeng kekuasaan
- Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian
5. Program Pengendalian
Program pengendalian adalah langkah
penerapan yang dilakukan menuju strategi generic yang dirumuskan.
Umumnya strategi generic dapat dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis
timbul, yakni sebagai guidance agar para eksekutif bisa
mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generic, program
pengendalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.
Implementasi pengendalian diterapkan pada :
- Perusahaan (beserta cabang)
- Industri (gabungan usaha sejenis)
- Komunitas
- Divisi-divisi perusahaan (Iriantara, 2004: 124)
IFAS (2001: 63), langkah-langkah dalam
menangani krisis tersebut adalah: Mengidentifikasi krisis, disini
dilakukan identifikasi atas krisis yang terjadi, mencari penyebabnya,
dan mempersiapkan scenario masa depan organisasi. Fact-finding
selama masa tidak krisis, pada masa organisasi dalam keadaan tenang, tim
manajemen krisis menganalisa berbagai informasi, bahkan termasuk
desas-desus. Kemudian diklasifikasi, mana fakta dan mana desas-desus.
Fakta harus selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan, sedangkan
untuk desas-desus harus diberi penjelasan yang sebenarnya. Membentuk
tim, tim secara berkala mendapatkan pelatihan untuk mengelola krisis.
Tim inilah yang menganalisa fakta dan desas-desua serta penanganan yang
harus dilakukan. Fine-tune jaringan komunikasi, menjaga jaringan
komunikasi dengan pihak internal dan eksternal, terutama untuk menjaga
integritas organisasi. Integritas organisasi ini akan penting saat
organisasi diterpa krisis, karena merupakan salah satu asset penting
untuk kegiatan komunikasi yang dijalankan. (IFAS, 2001) Dalam pemaparan
diatas, penulis memahami bahwa apa yang diungkapkan
Iriantara diatas kurang lebih sama
dengan apa yang dinyatakan oleh IFAS. Pemaparan mengelola krisis
tersebut yang di kemukakan oleh Iriantara lebih kepada cara penanganan
saat krisis sudah terjadi, sedangkan dalam pernyataan IFAS ialah tentang
manajemen krisis yang menekankan persiapan dalam menghadapi krisis.
Artinya, ketika organisasi tidak menghadapi krisis sekalipun, tim
manajemen krisis sudah dibentuk dan bekerja.
Sebelum krisis terjadi, ada hal-hal yang
harus dipersiapkan dalam menghadapi krisis. Berikut penulis paparkan
panduan untuk mempersiapkan krisis.
Morissan (2006: 155) memaparkan panduan untuk mempersiapkan krisis adalah :
- Lakukan identifikasi terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan
kesalahan, juga lakukan penilaian terhadap kelemahan-kelemahan secara
menyeluruh yang dimiliki perusahaan atau organisasi saat ini \
- Tentukan prioritas penanganan berdasarkan kelemahan yang dirasa paling mendesak untuk ditangani.
- Rancang pertanyaan, jawaban dan solusi bagi setiap masalah yang memiliki potensi untuk menjadi krisis.
- Fokus pada dua tugas yang paling penting yaitu: Apa yang harus
dilakukan, dan Apa yang harus dikatakan pada saat kritis yaitu pada
jam-jam pertama ketika krisis muncul.
- Mengembangkan suatu strategi untuk menahan diri dan bersikap netral, tidak reaktif dan tidak memberikan respon berlebihan.
Dalam pemaparan di atas, penulis
memahami bahwa sebelum krisis itu muncul, ada baiknya setiap perusahaan
mempunyai panduan khusus untuk
mempersiapkan dalam menghadapi krisis.
Dan dalam panduan tersebut sangat membantu sekali manager krisis, agar
ketika krisis datang sudah tidak kaget lagi, dan tahu cara apa yang
pertama musti dilakukan ketika krisis baru muncul. Keberhasilan dalam
menangani krisis membutuhkan kemampuan untuk melakukan antisipasi
terhadap kondisi yang rentan serta kemungkinan munculnya keadaan darurat
(emergencies), keahlian dalam merencanakan strategi yang dapat
merespon segala kemungkinan scenario keadaan darurat, pengenalan
terhadap krisis pada tahap yang paling awal serta kemampuan untuk
merespon secepat mungkin sebagai bagian dari proses perencanaan
manajemen krisis secara sistematis. Berikut penulis paparkan panduan
dalam menghadapi krisis.
Strategi Manajemen Krisis
Istilah strategic manajement
sering disebut pula rencana strategis atau rencana jangka panjang
perusahaan. Dalam suatu rencana strategis perusahaan menetapkan
garis-garis besar tindakan strategis yang akan diambil dalam kurun waktu
tertentu kedepan. Untuk melihat kedepan perusahaan perlu melihat
kebelakang, yakni hal-hal yang telah di capai di masa lalu, harapan yang
di janjikan dari prestasi itu, dan persepsi yang muncul dari
lingkungannya. Seorang praktisi public relations tidaklah dibenarkan
mengabaikan pelaksanaan penyusunan rencana jangka panjang ini. Ia perlu
turut aktif mengobservasi pendapat dan harapan tersebut. Karena
prosesnya melibatkan banyak pihak, suatu rencana jangka panjang yang
berhasil disatukan sering disebut pula suatu “consensus”.
Rencana inilah yang menjadi pegangan bagi para praktisi public relations untuk
menyusun berbagai rencana teknis, dan langkah komunikasi yang akan
diambil sehari-hari. Untuk dapat bertindak secara strategis, kegiatan public relations
harus menyatu dengan visi atau misi organisasinya, yakni alasan
organisasi atau perusahaan untuk tetap hidup, dari sinilah seorang
praktisi public relations dapat menetapkan objektifnya dan bekerja
berdasarkan objective tersebut. (Kasali, 1994: 34) Dari pemaparan
diatas, penulis memahami bahwa strategi manajemen sering di sebut juga
rencana strategis atau rencana jangka pangka panjang perusahaan, dan
biasanya sebagian besar perusahaan menetapkan rencana jangka panjang
tersebut dalam lima sampai sepuluh tahun, alasan perusahaan membatasi
berapa lamanya sangat masuk akal, karena perubahan yang terjadi
belakangan ini sangat sulit di terka arahnya.
Masing-masing perubahan itu saling kait
mengait sehingga perkiraan terjauh yang dapat di duga menjadi amat
terbatas. Sehingga untuk melihat ke depan perusahaan perlu melihat ke
belakang, yakni hal-hal yang telah dicapai dimasa lalu harapan yang di
janjikan dari prestasi itu, dan persepsi yang muncul dari lingkungannya.
Rencana jangka panjang inilah yang menjadi pegangan bagi para praktisi
public relations untuk menyusun berbagi rencana teknis, dan langkah
komunikasi yang akan diambil sehari-hari..jadi strategi manajemen sangat
penting sekali bagi perusahaan, terutama ketika perusahaan mengalami
suatu krisis manajemen.. disini public relations dituntut apakah
strategi yang dibuat harus di perbaharui atau di lanjutkan, guna untuk
mempertahankan perusahaannya itu. Menurut KBBI strategi adalah”…rencana
yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus…”. Jadi
strategi adalah suatu rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus. Sedangkan yang dimaksud dengan sasaran khusus
tergantung dari sasaran yang ingin dicapai oleh si pembuat rencana,
dalam hal ini yang membuat rencana adalah pihak perusahaan
Definisi lain manajemen strategis menurut Ansoff dan Mc Donnell (1990 : XV) ialah :
“Manajemen strategis sebagai pendekatan
sistematis terhadap tanggung jawab umum manajemen yang besar dan terus
meningkat, arti pentingnya :
untuk memposisikan dan mengaitkan
perusahaan dengan lingkungannya dengan cara yang akan menjamin
keberhasilan perusahaan dan mengamankan perusahaan dari
ketidakterdugaan”.
Dari definisi tersebut, penulis memahami
bahwa arti penting dalam manajemen strategis untuk memposisikan dan
mengaitkan perusahaan dengan lingkungannya, serta mengamankan perusahaan
dari ketidakterdugaan, maksud dari kalimat tersebut maksudnya,
ketidakterdugaan merupakan bagian dari kehidupan ini, kadang perusahaan
tidak tau apa yang akan terjadi nantinya. Untuk itu dalam perencanaan
yang dilakukan oleh manajemen satu perusahaan selalu harus disediakan
ruang untuk melakukan perbaikan dan perubahan yang terjadi pada
lingkungannya.Sedangkan Hari Lubis (1992 : 1), mengemukakan : “ Proses
iterative yang kontinu untuk menyelaraskan organisasi secara keseluruhan
terhadap lingkungannya”.
Lebih lanjut Lubis memaparkan dengan
definisi manajemen strategis yang seperti demikian itu, maka manajemen
strategis merupakan rangkaian tindakan yang dimulai dari analisis
lingkungan, penetapan arah organisasi, perumusan strategi organisasi,
implementasi organisasi, serta evaluasi dan pengendalian strategi. Dari
definisi diatas, penulis memahami bahwa proses manajemen strategis itu
bersifat kontinu dan iterative, maksudnya adalah diawali dengan langkah
pertama, berakhir dengan langkah terakhir dan kembali lagi pada langkah
pertama, terus demikian secara berulang-ulang. Langkah-langkah stragic management Pearce dan Robinson dalam Kasali (1994: 43), mengembangkan langkahlangkah strategic management sebagai berikut :
- Menentukan mission perusahan. Termasuk di dalamnya adalah pernyataan yang umum mengenai maksud pendirian (purpose), filosofi, dan sasaran (goals).
- Mengembangkan company profile yang mencerminkan kondisi intern perusahan dan kemampuan yang dimilikinya.
- Penilaian terjhadap lingkungan ekstern perusahaan, baik dari segi semangat kompetitif maupun secara umum.
- Analisis terhadap peluang yang tersedia dari lingkungan (yang melahirkan pilihan-pilihan).
- Identifikasi atas pilihan yang dikehendaki yang tidak dapat digenapi untuk memenuhi tuntutan misi perusahaan.
- Pemilihan strategi atas objective jangka panjang dan garis besar strategi yang dibutuhkan untuk mencapai objective tersebut.
- Mengembangkan objective tahunan dan rencana jangka pendek yang selaras dengan objective jangka panjang dan garis besar strategi.
- Implementasi atas hal-hal di atas dengan menggunakan sumber yang tercantum pada anggaran (budget) dan mengawinkan rencana tersebut dengan sumber daya manusia, struktur, teknologi, dan sistem balas jasa yang memungkinkan.
- Review dan evaluasi atas hal-hal yang telah dicapai dalam setiap
periode jangka pendek sebagai suatu proses untuk melakukan kontrol dan
sebagai input bagi pengambilan keputusan di masa depan.
Dari pemaparan diatas, penulis memahami
bahwa langkah yang perlu dilalui melibatkan sejumlah pihak di dalam
perusahaan yang terdiri atas berbagai
latar belakang. Sebenarnya tujuan di
buat langkah-langkah tersebut sederhana sekali yakni, menyelaraskan
program dan tindakan setiap komponen (bagian)
perusahaan menuju suatu sasaran yang sama.
Berikut penulis paparkan Tahapan-tahapan dalam Perencanaan strategis yang dibuat oleh Robson (1997:17):
Dari model tahapan perencanaan strategis
diatas, penulis menjelaskan bahwa dalam manajemen strategis, merumuskan
visi/misi dan objektif organisasi merupakan langkah awal sebelum
melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal. Analisis
lingkungan internal dan eksternal tersebut antara lain menggunakan
Analisis SWOT menjadi dasar untuk merumuskan strategi organisasi.
Selanjutnya adalah implementasi strategis, yang tentunya akan diikuti
evaluasi dan kontrol. Semua proses manajemen strategis itu, ketika masih
dalam bentuk konsep, dinamakan perencanaan strategis.
Dalam hal ini penulis menggunakan
tahap-tahapan proses perencanaan strategis adalah guna untuk mendukung
dalam pemilihan strategi yang akan digunakan. Karena pada tingkat
perencanaan manaje-men strategis, visi/misi dan tujuan organisasi
menjadi dasar dalam pemilihan strategi yang akan diterapkan, karena Visi
milik organisasi yang merupakan gambaran masa depan atau bisa juga
disebut sebagai model mental. Dengan begitu, dalam visi itu setidaknyaa
terefleksikan apa yang ingin dicapai oleh organisasi.
Sedangkan misi adalah alasan mengapa
organisasi ada, apa yang dikerjakan organisasi tersebut dan bagaimana
melakukannya, ringkasnya, misi itu menunjukkan maksud pendirian
organisasi atau perusahaan. Jadi dari tahapan model di atas untuk
menentukan strategi yang digunakan berawal dari analisa strategi dahulu,
lalu menentukan pilihan strategisnya, dan terakhir mengimplementasikan
strategi, terdiri dari menentukan kebijakkan, mengambil keputusan, dan
selanjutnya mengambil tindakan.
Sebelum mengetahui strategi yang
digunakan, berikut penulis paparkan ada tiga pendekatan yang dapat
digunakan dalam menyusun strategi (Iriantara, 2004: 30-31), yaitu :
- Pendekatan Skenario, yang mendeskripsikan sejumlah gambaran tentang
organisasi pada masa depan untuk kemudian dipilih gambaran yang
dipandang paling sesuai. Pendekatan ini tepat digunakan oleh organisasi
nonprofit atau organisasi berskala kecil dan menengah.
- Pendekatan Permasalahan kritis, yaitu yang mengumpulkan sejumlah
permasalahan kritis yang teridentifikasi melalui analisis situasi, lalu
menyusunnya berdasarkan tingkat kerawanannya. Selanjutnya, dipilih
solusi yang baik. Seperti halnya pendekatan scenario, pendekatan ini
tepat digunakan oleh organisasi nonprofit dan organisasi berskala kecil
dan menengah.
- Pendekatan Sasaran, yaitu yang dalam menyusun strateginya terlebih
dulu menetapkan sasaran yang inggin dicapai oleh organisasi pada masa
depan. Setelah itu, ditetapkan strategi yang tepat untuk mencapai
sasaran tersebut. Pendekatan ini biasanya digunakan oleh
organisasi-organisasi bisnis yang besar.
Sebelum menentukan strategi yang
digunakan penulis terlebih dahulu menggunakan pendekatan dalam
penyusunan strategi. Penulis menggunakan pendekatan tersebut, karena
salah satu dari pendekatan yang penulis paparkan tersebut, sesuai dengan
pendekatan yang diterapkan Humas Garuda Indonesia. Pendekatan yang
diterapkan tersebut adalah Pendekatan sasaran, pendekakan ini digunakan
guna untuk mengetahui sasaran yang dicapai oleh Garuda Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai oleh Garuda Indonesia antara lain :
- Secara bertahap Garuda Indonesia mampu menciptakan (merubah) situasi “ketidakpastian” menjadi kondisi yang “pasti”.
- Membantu media massa untuk senantiasa focus terhadap data dan fakta yang ada, sesuai perkembangan penanganan accident.
- Menjaga kepercayaan publik bahwa penerbangan merupakan moda transportasi yang aman dan mengutamakan aspek “safety”
- Menciptakan kondisi /gambaran bahwa Garuda Indonesia merupakan penerbangan yang “safe” dan perusahaan menunjukkan sikap yang “caring” terhadap para korban dan anggota keluarganya.
Pemilihan Strategi
Adapun alternatif strategi umum dan kondisi yang sesuai untuk penggunaannya, menurut lubis (1992: 28-31), sebagai berikut :
- Strategi Konsentrasi (Concentration strategy) Dengan strategi ini,
organisasi memusatkan perhatian pada satu lini bisnis saja dengan tujuan
untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dari spesialis dan efisiensi,
sekaligus menghindari masalah manajemen yang muncul akibat terlalu
banyaknya jenis usaha yang dikelola. Namun, strategi seperti ini bisa
berbahaya bila terjadi perubahan linngkungan eksternal seperti
mengecilnya pasar dan munculnya pesaing yang agresif. Strategi
konsentrasi ini misalnya dilakukan oleh McDonald’s yang
mengkonsentrasikan diri pada fast-food.
- Strategi Stabilitas (Stability Strategi) Strategi ini pada
dasarnya menjaga apa yang sudah ada, sehingga organisasi memusatkan
perhatian pada pengelolaan jenis usaha yang sedang dijalankannya sambil
memelihara bidang usaha itu. Strategi ini tepat dijalankan bidang usaha
yang pertumbuhannya rendah atau sama sekali tidak mengalami pertumbuhan.
Organisasi-organisasi yang cukup besar dan mendominasi pasar biasanya
akan berupaya untuk menstabilkan pasar.
- Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy) Strategi ini
sebenernya merupakan hal yang alami. Setiap organisasi ingin dirinya
menjadi besar. Dengan strategi ini, organisasi berupaya untuk
mengembangkan berbagai aspek usahanya, seperti omset, laba atau pangsa
pasar. Strategi pertumbuhan dilakukan dengan berbagai cara, yakni :
- Integrasi vertical Strategi ini dijalankan guna
memperoleh kontrol yang lebih besar terhadap jenis usaha dan mendapatkan
peningkatan laba, karena meningkatnya efisiansi atau kemampuan
memasarkan. Integrasi vertical ini dilakukan dengan mengakuisisi
organisasi lain yang terdapat pada jalur distribusi yang sama.
- Integrasi horizontal Strategi ini biasanya
dilakukan oleh perusahaan kecil yang bersaing dalam pasar yang sama
dengan perusahaan besar melalui akuisisi perusahaan saingan pada jenis
usaha yang sama, sehingga memperbesar tingkat keuntungan, ukuran
perusahaan, omset atau pangsa pasar.
- Diversifikasi Strategi ini menginginkan pertumbuhan
melalui akuisisi perusahaan pada lini bisnis yang tak sejenis dengan
bisnis organisasi. Strategi ini bermanfaat jika sumber daya digunakan
secara bersama sehingga efisien atau dampak dari penggabungan itu akan
memperbesar pasar. Strategi ini bisa juga dilakukan dengan strategi
konglomerasi, yakni dengan membeli perusahaan yang berada pada jalur
pertumbuhan yang cepat, sedangkan organisasi yang membeli berada pada
jalur pertumbuhan yang lambat.
- Merger dan joint-venture Strategi ini digunakan agar organisasi bisa
menembus pembatasan perdagangan antar negara atau mengefisienkan
penggunaan sumber daya. Merger merupakan penggabungan dua organisasi
dengan membentuk organisasi baru, sedangakan joint venture merupakan
kerja sama satu organisasi dengan organisasi lain untuk menjalankan satu
proyek yang terlalu besar untuk dikerjakan sendiri.
- Retrennchment strategy Strategi ini digunakan bila organisasi
memandang dirinya tidak mampu bersaing secara efektif dan merasa
terancam. Strategi ini memiliki strategi dasar, yakni sebagai berikut.
- Turnaround Strategy
Jika kinerja organisasi memburuk namun
belum kritis, maka dihentikan memproduksi produk yang kerjanya buruk,
menciutkan jumlah karyawan, memperpendek jalur distribusi, dan mencari
metode baru yang bisa digunakan untuk memperbaiki kinerja.jika ini
berhasil, maka organisasi selanjutnya menggunakan strategi pertumbuhan.
- Divestment Strateg.
Organisasi menjual salah satu unit usaha
atau menceraikannya dari organisasi semula. Ini dilakukan jika usaha
itu tak cocok berada dalam organisasi atau karena kinerjanya jelek.
- Liquidation Strategi
Strategi ini dijalankan dengan menutup usaha dan menjual seluruh asetnya.
- Strategi Kombinasi (Combination Strategy) Strategi ini dilakukan
organisasi besar untuk mengejar pertumbuhan dengan mengakuisisi usaha
baru, sambil menjalankan strategi stabilitas pada beberapa unit usaha
yang lain dengan menggunakan strategi divestment pada usaha yang merugi.
Bisa juga dilakukan dengan merumuskan strategi diversifikasi.
Adapun strategi yang diungkapkan oleh
IFAS dalam Iriantara (2004 : 125) Pada saat menghadapi krisis kombinasi
dari keempat strategi dasar sebagai berikut
- Tak berbuat apa-apa, merupakan pendekatan yang tidak banyak
dilakukan organisasi karena tidak berbuat apa-apa saat menghadapi krisis
akan membuat organisasi jadi terbelah, integritas terganggu, dan
melunturkan semangat karyawan. Namun, ada kalanya organisasi tak
mengakui terjadi krisis, sehingga membiarkan krisis muncul dan berlalu.
Organisasi menutup diri dari opini publik.
- Dinding batu, dalam strategi ini perusahaan tak memberi respons
secara eksternal terhadap krisis karena tak memandang penting apa yang
dipandang sebagai tuduhan yang salah atau keliru. Stategi ini mengundang
resiko munculnya sikap negatif publik dan diadili oleh media. Sikap
membisu organisasi seperti itu bisa mengundang tuduhan dari publik bahwa
organisasi itu menerima apa yang dituduhkan, arogan atau tidak mau
berkompromi. Strategi ini digunakan misalnya saat organisasi menghadapi
masalah hokum di pengadilan.
- Merespon dan bertahan, dengan strategi ini organisasi secara positif
dan agresif secepat-cepatnya mencari penyelesain masalah. Ini merupakan
strategi yang dilukiskan paling baik. Hal penting dalam memberi respon
bertahan iniadalah mengkomunikasi informasi factual dan menunjuk juru
bicara yang tepat bagi organisasi.
- Menyerang, strategi memanfaatkan krisis untuk mendapatkan keuntungan
dari peluang yang tercipta karena krisis guna menciptakan opini publik
yang positif. Dalam strategi ini, diungkapkan respon organisasi
organisasi terhadap krisis dan proyeksi posisi organisasi yang
menunjukan penyelesaian krisis demi memberikan kemaslahatan pada
organisasi, para karyawan dan publik secara keseluruhan. Namun, strategi
ini mengandung resiko akan membuat krisis tanpa disadari jadi
berlangsung lama atau justru malah membuat organisasi kehilangan kontrol
dibandingkan dengan penanganan krisis secara diam-diam dan cepat.
Dari pemaparan diatas, penulis memahami
bahwa ada bermacam-macam tipe strategi dalam menangani suatu krisis di
perusahaan. Strategi ini digunakan tergantung dari perusahaan itu
sendiri menggunakan jenis strategi yang digunakan. Menurut pendapat
penulis ,terkait dengan kasus accident pesawat Garuda Indonesia
itu, PT Garuda Indonesia termasuk menggunakan tipe strategi dasar yang
merespon dan bertahan, karena penulis amati pada saat accident itu
terjadi, divisi humasnya cepat merespon dan mengkomunikasikannya pada
media, sehingga dalam penanganannya pun terbilang sangat cepat, dari
maskapai penerbangan lain. Dan dalam pentritmentannya pun secara
bertahap.
Adapun Pihak-pihak Garuda Indonesia yang
terkait dalam pembentukan strategi dalam krisis manajemen Accident
GA-200 antara lain : Dari Unit Operasi, Unit Teknik, Pelayanan, Unit
Humas, Unit Keuangan, dan Direksi yang utama.
Untuk itu strategi yang relevan dalam
manajemen krisis ini Garuda Indonesia menggunakan strategi merespon dan
bertahan, antara lain :
- Mengaktifkan “communications team” sesuai perincian tugas dan tanggungjawabnya.
- Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait dalam penanganan accident, antara lain; ECC (Emergency Control Center), OCC (Operation Control Center), FAC (Family Assistance Center), PIC (Passenger Inquiry Center), SCC (Site Control Center), ESMT (Emergency Support Management Team), Go Team, ART (Aircraft Recovery Team), GA Policy Group)
- Menjadi sumber informasi yang cepat, akurat serta menyampaikan informasi yang penting dan mengurangi situasi”ketidakpastian”.
- Bersikap penuh perhatian, jujur, terbuka serta tidak berspekulatif.
- Memahami data/informasi tentang aspek “safety” dan prosedur dalam penanganan Accident
Berikut merupakan rangkuman penulis
mengenai manajemen krisis dan manajemen strategi. Krisis adalah suatu
yang besar, kejadian/ peristiwa yang tidak bisa diperkirakan yang
memiliki potensi hasil-hasil yang negatif. Peristiwa yang merupakan
penyebab kerusakan yang cukup signifikan terhadap organisasi perusahaan
mencakup para pegawai, produk yang dihasilkan, jasa-jasa, kondisi
keuangan maupun reputasinya. Dalam penelitian penulis ini, merupakan
termasuk dalam krisis manajemen, yakni krisis yang menyangkut
kecelakaan/Accident pesawat Garuda Indonesia GA-200 di Yogyakarta.
Accident ini pun dilihat dari tahapan- tahapan krisisnya termasuk
kedalam jenis krisis akut, yaitu pada krisis jenis ini sudah kelihatan
dan orang menyadari krisis sudah terjadi. Suatu keadaan yang mengalami
krisis ini harus segera ditangani secara serius. Dan dikerjakan oleh
orang-orang yang handal dalam menangani krisis tersebut. Dan dalam hal
tersebut Public Relationslah yang sangat berperan penting untuk membantu
manajemen perusahaan dalam memulihkan nama baik perusahaan, khususnya
di PT. Garuda Indonesia ketika mengalami krisis manajemen Accident
pesawat GA200.untuk itu dalam keadaan sebuah krisis hubungan
masyarakatlah yang memainkan peranan fleksibel, Diantaranya humas peran
dalam manajerial atau teknisinya. Tapi pada saat dihadapkan dalam
situasi krisis ini peran humas lebih ke manejerial. Oleh karena itu
public relations juga berperan sebagi problem Solving process
facilitator, yakni peranan sebagai fasilitator dalam proses pemecahan
masalah. Pada peranan ini petugas humas melibatkan diri atau dilibatkan
dalam setiap manajemen (krisis). Dia menjadi anggota tim. Bahkan bila
memungkinkan menjadi leader dalam
penanganan krisis. Ketika krisis accident ini muncul, yang dilakukan
humas antara lain langkahnya humas harus cepat dalam memberikan
informasi yang akurat yang berguna, serta secara aktif berkomunikasi;
regular brefing, secara teratur, mengupdate/memperbaharui informasi,
memantau perkembangan media, dan memperbaiki ketidak akuratan dan salah
informasi secepatnya. Setelah itu semuanya diatasi, barulah humasnya
dihadapkan dalam pembuatan strategi. Istilah strategi manajemen sering
pula disebut sebagai rencana jangka panjang. Seorang public relations
tidaklah dibenarkan mengabaikan pelaksanaan penyusunan rencana jangka
panjang ini. Karena ia harus turut aktif mengobservasi pendapat dan
harapan tersebut. Rencana inilah yang menjadi pegangan bagi praktisi
public relation untuk menyusun berbagai rencana teknis. Oleh karena itu
pada umumnya bagian/divisi public relations diperankan untuk
mengkomunikasikan strategi perusahaan tersebut. Terkait dari menajemen
krisis tersebut praktisi Public relationa membuat strategi dalam aspek
komunikasinya. Terlebih dahulu pendekatan yang digunakan ialah
pendekatan sasaran, yaitu dalam menyusun strateginya terlebih dulu
menetapkan sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi pada masa depan.
Dan strategi yang cocok digunakan dalam menangani krisis ini adalah
strategi merespon dan bertahan, karena dengan strategi ini organisasi
secara positif dan agresif secepatcepatnya mencari penyelesaian
masalah.
Peran Public Relations
Berikut penulis paparkan definisi peran
praktisi humas menurut Frida Kusumastuti. Penulis menjelaskannya sebagai
berikut : Kusumastuti (2002: 24), peranan praktisi humas adalah
merupakan satu kunci penting untuk pemahaman fungsi humas dan komunikasi
organisasi.
Dari pemaparan diatas, penulis memahami
peranan humas dalam perusahaan itu sangat penting sekali untuk pemahaman
fungsi humas dan komunikasi organisasi, karena humas merupakan sebagai
ujung tombak dari suatu perusahaan. Berikut penulis menggambarkannya
peran public relations secara skematis. (Kotter dan Heskett, 1992: 8)
Bagian/divisi public relations misalnya,
mengkomunikasikan kultur organisasi/perusahaan yang mereflesikan
visi-misi dan strategi organisasi/perusahaan untuk mencapai objektifnya
(Kotler dan Heskett, 1992: 8) Dari pemaparan diatas, penulis memahami
public relation berperan sebagai salah satu unit dalam organisasi
menjalankan strategi dan mendukung strategi organisasi. Dan juga public relations
diperankan untuk mengkomunikasikan strategi perusahaan. Begitu juga
dengan di PT. Garuda Indonesia mendudukan Humasnya pada posisi
liaison/mediator/boundary role antara organisasi dengan publiknya dimana
humas Garuda Indonesia berperan, membantu manajemen untuk peka
(memonitor), memenage dan mengcounter issue-issue yang berkembang.
Selain itu PR juga berperan membantu manajemen dalam membangun opini
publik, serta membantu manajemen dalam memanfaatkan teknik-teknik
komunikasi dalam upaya membangun citra perusahaan.
Peran Public Relations dalam Manajemen krisis
Peran praktisi PR menjadi sangat penting
ketika perusahaan mengalami krisis. PR dapat membantu perusahaan untuk
menciptakan kondisi yang dapat membawa perusahaan yang sedang menurun
kembali ke sedia kala. Hal itu hanya dimungkinkan bila praktisi PR
mengenal gejala-gejala krisis dari awal dan melakukan tindakan yang
terintegrasi dengan aktor-aktor penting lainnya dalam perusahaan.
(Kasali: 1994: 223). Adapun salah satu Peran yang dilakukan PR ketika
krisis datang yaitu yang paling penting mengenali gejala-gejala krisis
terlebih dahulu. Gejala krisis ini mempunyai tiga tipe, yaitu, krisis
bersifat segera, krisis baru muncul, dan krisis bertahan. Dan disinilah
PR berperan harus dapat mengenali salah satu dari gejalagejala tipe
krisis tersebut yang dikaitkan dengan krisis yang dialaminya. Setelah
mengenali jenis krisisnya, barulah PR menentukan tahapan krisis. Dalam
tahapan krisis ini terdiri dari empat tipe, yaitu Tahap Prodromal, Tahap
Akut, Tahap Kronis, dan Tahap Resolusi. Setelah mengetahui empat
tahapan tersebut, barulah PR menentukan salah satu dari keempat tahapan
tersebut yang terkait dengan gejala krisis. Tujuan dari mengetahui
gejala krisis dan tahapan krisis tersebut adalah guna untuk mempermudah
praktisi PR dalam menangani krisis. Kemudian setelah gejala dan tahapan
krisisnya sudah jelas, barulah PR mengambil tindakan dalam mengelola
krisis. Adapun langkah- langkah PR dalam mengelola krisis, yaitu :
- Identifikasi Krisis
Untuk dapat mengidentifikasi krisis,
praktisi PR perlu melakukan penelitian. Bila krisis terjadi dengan cepat
penelitian harus dilakukan secara informal dan kilat. Pada hari itu
juga tim diterjunkan dan mengumpulkan data, hari itu pula kesimpulan
harus ditarik. Hal ini hanya memungkinkan bila praktisi PR mempunyai
kecakapan dan kepekaan untuk mengumpulkan data.
- Analisis Krisis
Sebelum melakukan komunikasi, terlebih
dahulu PR harus melakukan analisis atas masukan yang di peroleh.
Analisis yang dilakukan mempunyai cakupan yang luas, mulai dari analisis
parsial sampai analisis yang kait mengait.
- Isolasi Krisi
Krisis adalah penyakit menular. Untuk
mencegah krisis menyebar luas, maka krisis harus diisolasi,
dikarantinakan terlebihdahulu sebelum tindakan serius diambil. (Kasali:
1994: 231-232) Dari penjelasan diatas penulis memahami bahwa sesuai
dengan perannya di manajemen krisis, praktisi PR membantu manajemen
dalam mengelola krisis, mengidentifikasi krisis terlebih dahulu, guna
untuk mendapatkan data yang akurat. Setelah itu lalu menganalisis krisis
dengan membaca suatu permasalahan. Dan selanjutnya mengisolasi krisis.
Isolasi krisis ini dilakukan supaya krisis tidak menyebar secara luas,
sebelum tindakan serius dilakukan. Setelah itu baru ditentukan Strategi
yang digunakan terkait dalam manajemen krisis. Tapi sebelum mengetahui
strategi yang digunakan, sebelumnya praktisi PR menggunakan pendekatan
dalam menyusun strategi, salah satunya adalah pendekatan sasaran,yaitu
pendekatan yang dalam menyusun strateginya terlebih dahulu menetapkan
sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan pada masa depan. Setelah iu
ditetapkan strategi yang tepat untuk mencapai sasaran tersebut..
Pendekatan sasaran ini digunakan oleh PR Garuda Indonesia. sebelum
menentukan strategi yang digunakan, Selanjutnya menetapkan strategi yang
diinginkan perusahaan dalam menangani krisis. Ada tiga strategi untuk
menangani krisis adalah Defensive Strategi, Adaptive Strategi dan
Dynamic strategy. Dan terkait dalam menangani krisis di PT Garuda
Indonesia Strategi yang dipilih dalam menangani krisis tersebut adalah
Adaptive Strategy. Adaptive strategi ini mencakup seperti, mengubah
kebijakan, modifikasi operasional, kompromi, dan meluruskan citra.
Dengan demikian yang sudah penulis paparkan diatas, peran PR dalam
manajemen krisis sangat berpengaruh sekali, karena PR dapat membantu
perusahaan untuk menciptakan kondisi yang dapat membawa perusahaan yang
sedang menurun kembali seperti semula.
Citra Perusahaan
Setelah mengetahui pemaparan manajemen
krisis dengan strategi perusahaan, dalam pemilihan strategi tersebut,
antara lain adalah agar terciptanya citra positif di mata publiknya.
Terkait dalam penanganan krisis yang dilakukan Garuda Indonesia sangat
baik, terutama humas yang yang melakukan perannya dengan baik dalam
membantu manajemen mengatasi penanganan krisis tersebut, maka citra
Garuda Indonesiapun dapat terselamatkan, bahkan Pelanggan Garudapun
semakin puas dengan Garuda Indonesia, karena dapat mengatasi krisis ini
dengan baik dan Garuda pun sangat bertanggung jawab atas kerugian yang
dialami penumpang. Oleh karena itu Garuda Indonesia mengalami penurunan
citra di mata pelanggannya. Penanganan yang dilakukan Humas Garuda
Indonesia cukup membuahkan hasil, buktinya menurut Majalah Marketing
05/VII/Mei 2007, mengatakan” Citra Garuda Indonesia dimata pelanggan
tidak menurun. Buktinya yang terdaftar sebagai anggota Garuda Frequent
Flyer mengaku tetap memilih Garuda Indonesia sebagai maskapai yang
mereka gunakan, alasanya, selain milik Badan Usaha Milik Negara, Garuda
Indonesia memiliki pelayanan paling memuaskan, dibandingkan maskapi
penerbangan lain. Berikut penulis kutip ada dua definisi citra, menurut :
Rose De Vene (1988: 270), Donal F. Roberts (1997: 364)
Secara bebas penulis mengartikan
pengertian diatas, bahwa citra adalah keseluruhan kesan yang diciptakan
oleh organisasi kepada publiknya melalui berbagai produk, berbagai
kebijakan, berbagai aktifitas dan berbagai usaha periklanan dari
organisasi tersebut.
Kesimpulan penulis mengenai citra diatas
adalah keseluruhan kesan/gambaran mengenai perusahaan yang diberikan
orang banyak dengan melihat produk, kebijakasanaan, aktifitas,
periklanan dari perusahaan tersebut. Sedangkan definisi citra yang
dikemukakan Roberts(1997: 364), adalah “ The Image which is simply a
metaphor representing the totality of all the information about the
world any individual has processed, organized, and stored, may be
conceived as a kind of template or strandard against which new
information is compared in order to give it meaning”. Dari
definisi diatas, penulis mengartikan citra merupakan suatu kiasan yang
menggambarkan keseluruhan informasi tentang dunia yang telah diolah,
diataur, dan disimpan oleh setiap orang, dibayangkan sebagai suatu
bentuk atau suatu standar berlawanan yang mana informasi baru
dibandingkan untuk memberikan pengertian terhadap citra. Dari pemaparan
kedua definisi citra diatas, penulis menyimpulkan bahwa dari kedua
definisi tersebut, terdapat sedikit perbedaan dari arti kedua definisi
tersebut. Menurut De Vene definisi citra tersebut lebih kepada kesan
atau gambaran mengenai perusahaan yang diberikan orang banyak dengan
melihat produk, kebijaksanaan dan aktifitas dari perusahaan tersebut.
Sedangkan menurut Roberts pengertian citra yang menggambarkan lebih
kepada informasi tentang dunia dan disimpan di dalam diri setiap
individu, yang dibandingkan untuk memberikan pengertian kembali citra
apabila memperoleh informasi baru. Sebelum membahas tingkatan citra,
terlebih dahulu penulis paparkan mengenai jenis-jenis citra.
Penulis memahami bahwa dari kelima jenis
citra tersebut memiliki definisi atau arti yang berbeda. Untuk memiliki
dari salah satu kelima citra ini, tergantung dari suatu perusahaannya
masing –masing, ia mau menerapkan citra yang mana. Salah satunya adalah
maskapai Garuda Indonesia yang secara nyata, bila dikaitkan dari jenis
citra diatas, Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan juga
memiliki citra majemuk. Salah satu contohnya adalah logo diekor pesawat
dan warna cat ditubuh pesawat dibuat semenarik mungkin. Ini dilakukan
merupakan menjadi suatu ciri khas Garuda Indonesia. Selain itu dia juga
Terkait dengan Accident pesawat Garuda Indonesia GA-200, dalam krisis
manajemen ini Garuda Indonesia termasuk kedalam jenis citra yang
diharapkan, karena dari accident tersebut pihak humas Garuda Indonesia
telah bekerja keras dalam mengelola krisis untuk memperbaiki citra
Garuda Indonesia di mata khalayaknya.
Citra perusahaan yang bagus menjadi
tujuan sekaligus impian bagi semua bagi organisasi/perusahaan. Karena
dengan citra yang positif akan timbul
kepercayaan dari masyarakat. Kepercyaan itu sangat membantu perusahaan dalam menjalankan tujuannya.
Ada beberapa gradasi (tingkatan) dari
citra sebuah organisasi, Menurut Ruslan (2003: 301), membuat empat
tingkatan dari citra sebuah arganisasi/perusahaan, yaitu : Poin A, Poin
B, Poin C, dan Poin D. Bertikut penjelasan mengenai empat tingkatan
citra tersebut :
- Poin A. Ini merupakan tingkat (grade) citra perusahaan atau
organisasi yang paling ideal. Dimana organisasi dikenal sangat baik oleh
masyarakat dan juga dicitrakan dengan sangat baik pula oleh masyarakat.
- Poin B. Tingkat (grade) perusahaan atau organisasi dimana dicitrakan
dengan sangat baik, tetapi perusahaaan atau organisasi ini kurang
begitu dikenal.
- Poin C. Tingkat (grade) dimana citra perusahaan atau organisasi buruk tetapi organisasi ini tidak dikenal oleh masyarakat.
- Poin D. Tingkat (grade) dimana penilaian terhadap citra perusahaan
atau organisasi buruk, ditambah dengan pengenalan masyarakat terhadap
perusahaan atau organisasi itu juga buruk. Poin D ini adalah kondisi
citra organisasi yang paling buruk. Dari penjelasan diatas, menulis
memahami bahwa dalam tingkatan citra tersebut menggambarkan kondisi
suatu perusahaan. Bila dimana suatu perusahaan dikenal sangat baik oleh
masyarakat dan dicitrakan sangat baik, maka perusahaan tersebut termasuk
dalam tingkatan citra poin A, begitu juga sebaliknya, apabila
perusahaan itu dinilai masyarakat buruk, maka termasuk ke tingkatan citra poin D.
begitu pula seterusnya.
Penulis akan memaparkan hasil penelitian
yang telah dilakukan di PT. Garuda Indonesia, tepatnya pada Corporate
Comunications Garuda Indonesia, yaitu Divisi Humas Garuda Indonesia.
Penjelasaan yang diberikan adalah mengenai penanganan krisis manajemen
terhadap Accident pesawat Boeing Garuda Indonesia G.737/400 di
Yogyakarta. Krisis merupakan suatu keadaan yang paling ditakuti oleh
setiap perusahaan, karena krisis datangnya tidak terduga, melainkan
kedatangannya tersebut bisa kapan saja terjadi. Tetapi krisis bisa juga
dikatakan sebagai “suatu turning point yang diselesaikan dengan baik
akan melahirkan kemenangan (for better). Dan bila gagal akan menimbulkan
korban (for worse)”. (Kasali, 1994 :222).
Jadi tidak semua krisis dapat
membahayakan suatu perusahaan. Krisis juga dapat mendatangkan suatu
kemenangan atau keberhasilan. Kemenangan bisa didapat tergantung dengan
bagaimana cara menanganinya. Seperti halnya dalam penelitian suatu
krisis manajemen yang dialami oleh PT. Garuda Indonesia pasca Accident
pesawat boeing G.737/400 di Yogyakarta, pihak Garuda Indonesia merespon
krisis tersebut dengan sangat cepat (Responsive). Secara tidak langsung
dalam sikap responsif seperti itu, krisis tidak berkembang menjadi luas,
sehingga bisa juga melahirkan kemenangan. Terkait terhadap krisis yang
dialami oleh Garuda tersebut, berikut hasil wawancara penulis dengan
Pujobroto, selaku kepala Komunikasi Garuda Indonesia, mengenai bagaimana
tanggapan dari pihak komunikasi Garuda Indonesia, setelah terjadi
Accident tersebut? “Maka dari itu, begitu pesawat Garuda mengalami
kecelakaan, tidak berapa lama kemudian kami melakukan konferensi pers
yang bertujuan menjelaskan bahwa memang kejadian itu benar terjadi.
Konferensi pers dan pembuatan release dilakukan secara terus menerus.
Begitu liaison officer kami menyampaikan perkembangan di lapangan atau
di pos-pos lainnya, kami langsung menyampaikannya kepada publik agar
tidak terjadi miss comunications”. Disini penulis memahami dari
pernyataan yang diberikan oleh Pujobroto tersebut, bahwa respon dari
seluruh pihak Garuda Indonesia, terlebih dari pihak humasnya, terhadap
krisis tersebut sangat cepat bertindak. Karena dengan keberaniannya
untuk menginformasikan kebenarannya yang sesungguhnya kepada publik,
maka publik paham akan kejadian yang sebenarnya, sehingga krisis ini pun
tidak akan berkembang menjadi luas.
Manajemen Krisis
Berdasarkan hasil penelitian, cara
responsive yang dilakukan pihak Garuda Indonesia dan Humasnya sangat
jelas terlihat. Berdasarkan pengamatan penulis, baik dilapangan, di
media massa, maupun dari ruang lingkup kerja ketika pasca krisis,
terlihat humasnya sangat sibuk dalam mencari kebenaran berita untuk
langsung mempublikasikannya ke media massa. Di ruang kerja ketika pasca
krisis tersebut, humas tak henti-hentinya membuat release yang
menginformasikan mengenai penanganan krisis dan rasa tanggung jawab PT.
Garuda Indonesia terhadap korban Accident itu.
Selain PR,dalam penanganan krisis
manajemen yang dialami PT. Garuda Indonesia ini, banyak unit-unit
terkait yang terlibat dalam mengatasi krisis ini, karena PT. Garuda
Indonesia mempunyai Emergency Respon Plane (ERP) yang dapat merespon krisis tersebut. Jadi ketika PT. Garuda mengalami suatu krisis semacam ini, maka Emergecy Response Plane (ERP)
ini, akan berfungsi secara otomatis, dan pihak-pihak yang telah
ditetapkan dalam ERP ini secara langsung bergerak ke posisisnya
masing-masing (go team). Adapun pusat-pusat yang terlibat dalam
menangani krisis di PT Garuda Indonesia, antara lain : Operation
Control Center, Emergency Control Center, Passenger Inquiry Center,
Family Assistance Center, Passenger Inquiry center, Emergency Support
Management Team, Air Craft Recovery Team, dan Branch Offices. Disetiap
pos terdapat satu liaison officer. Petugas ini berada dibawah Media
Information Center (MIC) yang tugasnya menghimpun informasi seputar
perkembangan penanganan yang ada di pos-pos tempatnya memantau.
Informasi- informasi yang diterima dari liaison officer itu kemudian
menjadi bahan komunikasi internal, pernyataan perusahaan (yang dilakukan
oleh CEO atau Juru Bicara), konferensi dan berita pers.
Berikut merupakan struktur Emergency Respon Plane (ERP) ketika menghadapi krisis :
1. Media Information Center (MIC)
2. Operation Control Center (OCC)
3. Emergency Control Center (ECC)
4. Site Control Center (SCC)
5. Family Assistance Center (FAC)
6. Passengenger Inquiry Center (PIC)
7. Emergency Support Management Team (EMST)
8. Aircraft Recovery Team (ART)
9. Go Team
10. Garuda Indonesia Policy Group (GA Policy
Group)
11. Banch Office Garuda Indonesia
Dari struktur ERP diatas, penulis
menjelaskan bahwa dibawah posisi MIC sampai dengan posisi Banch office
Garuda indonesia tersebut bertugas untuk mencari data mengenai accident
tersebut, dari mencari tahu penyebab kecelakaan sampai dengan jumlah
korban yang selamat dan tidak. Setelah data terkumpul barulah dari
team-team tersebut melaporkannya kepada Media Information Center (MIC).
Sedangkan posisi humas dalam struktur tersebut berada di Media
Information Center (MIC). Dan MIC ini berada di posisi paling atas dari
struktur ERP, karena MIC ini merupakan penghubung dari seluruh Team ERP
tersebut. Tugas dari Media Informations Center ini menghimpun informasi
seputar perkembangan penanganan yang ada di pos-pos tempat ia memantau.
Dari informasi yang diterima dari liaison officer tersebut. Kemudian
menjadi bahan informasi bagi komunikasi internal. Disinilah humas yang
mengelola data tersebut, apakah data itu akurat atau tidak. Dan kemudian
humas nenunjuk Emirsyah satar, selaku Direktur utama Garuda sebagai
juru bicara untuk menginformasikan kejadian yang sebenarnya kepada media
dan khalayak. Dalam menangani krisis ini pertama-tama hal yang
dilakukan PR PT. Garuda Indonesia adalah mengenali gejala krisisnya
terlebih dahulu. Berdasarkan pengamatan penulis, krisis yang menimpa
kecelakaan, seperti pesawat jatuh termasuk kedalam jenis tipe krisis
yang bersifat segera. Hal itu di nyatakan pula oleh informan bahwa
kejadian Accident kecelakaan pesawat tersebut sangat mengagetkan pihak
Garuda Indonesia, dan tidak dikira sebelumnya, dikarenakan pesawat
tersebut dalam keadaan laik terbang, dan sebelum keberangkatan pesawat
juga diperiksa terlebih dahulu. Pernyataan informan tersebut sesuai
dengan pendapat morissan (2006: 154) bahwa kecelakaan yang terjadi
begitu tiba-tiba, dan tidak terduga atau diharapkan termasuk dalm jenis
tipe krisis bersifat segera. Contoh : Pesawat jatuh, gempa bumi,
kebakaran, serangan bom, produk yang tercemar.
Menurut dari pernyataan informan
tersebut, setelah humas mengetahui jenis tipe krisisnya, baru masuk
kepada tahapan krisis. Dalam menentukan tahapan krisis perlu dikaitkan
dengan tipe krisis yang sudah ditentukan. Berikut petikan hasil
wawancara dengan informan. “ untuk dapat melakukan penanganan krisis
yang maksimal, kita harus mengenali dan paham benar terhadap jenis
krisis apa yang sedang kita hadapi sekarang, apakah jenis krisis
tersebut berbahaya atau tidak. Dan biasanya setelah kita sudah menemukan
jenis krisis yang cocok terkait dengan accident pesawat Garuda
tersebut, kita lebih mudah dapat mengenali tahapan krisis yang akan
digunakan. Karena Semuanya itu ibaratkan sudah ada pasangannya masing-
masing. Oleh karena itu bisa dilihat dari tipe krisis tersebut bersifat
segera, maka tahapan yang cocok digunakan termasuk kedalam tahap Akut.
Karena pada tahap ini sudah terbilang cukup bahaya, dan sudah memakan
korban”. Setelah tipe krisis di identifikasi, barulah ditetapkan cara
mengelola krisis. Dari pengamatan penulis, cara kerja humas dan unit
terkait sangat kompak. Dalam hal ini PR Garuda Indonesia mempunyai
kecakapan, responsive, dan kepekaan dalam mengumpulkan data. Untuk itu
ketika krisis datang PR Garuda mengawalinya dengan mengidentifikasi
terlebih dahulu, setelah itu baru mengklarifikasinya. Dalam hal ini PR
bekerja sama dengan tim ERP untuk mengelola krisis tersebut. Dan ERP
ditugaskan untuk mencari data dan informasi mengenai kejadian accident
pesawat GA. 200. dan setelah data terkumpul barulah PR melakukan
diagnosis krisis tersebut, untuk menentukan langkah – langkah yang akan
diambil selanjutnya. Berikut merupakan penjelasan berdasarkan data yang
berhasil dikumpulkan dari kerja sama antara humas dan anggota ERP pada
tanggal 7 Maret 2007:
- Pada hari pertama pasca accident banyak yang menduga accident tersebut dikarenakan adanya dugaan sabotase.
- Pesawat GA-200 melayani rute Jakarta-yogyakarta, berangkat dari
Jakarta tepat waktu pukul 06.00 WIB. tiba di Yogyakarta rencana nya
pukul 06.55 WIB.
- Awak pesawat GA.200 sebanyak 7 orang terdiri dari : Capt. M Marwoto
Komar (Pilot in Command), Gagam Saman Rohmana (First Officer), Wiranto
Wooryono( Purser), Irawati (Senior awak kabin), Mariati (senior awak
kain), Imam arif Iskandar (Senior awak kabin, dan Ratna Budiyanti(
Junior awak kabin).
- Pesawat mengalami accident dalam kondisi terbakar. Pesawat saat itu
berada di ujung runway 09 sebelah Timur Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta.
- Hingga pada hari pertama kejadian, telah berhasil dievakuasi
sebanyak 93 penumpang. Mereka yang berhasil dievakusi telah dibawa ke
rumah sakit antara lain RS Panti Rapih, RS Panti Rini. Proses evakuasi
terus berlangsung, selain petugas bagian operasi dan bagian teknik
Garuda, pelaksanaan juga dibantu oleh kesatuan TNI-AU, TNI-AD, dan
Polri.
- Dalam kecelakaan itu, Garuda menanggung seluruh biaya pengobatan para penumpang.
- Sementara itu bagi keluarga korban yang ingin menghubungi kantor
Garuda Indonesia, Jakarta dapat melalui nomor telepon : 021-23113993,
021-2310049 dan 021-389-00128, faximile : 021-2311105. posko Garuda di
Bandara Soekarno Hatta : 021-5506721, 021-550-8747
- Untuk membantu keluarga korban menunju ke Yogyakarta, Garuda
Indonesia pada hari pertama menyiapkan dua pesawat, yang akan
diberangkatkan pada pukul 15.00 WIB (GA-2022) dan pukul17.30 WIB
(GA-2062). Untuk keperluan keberangkatan tersebut, para keluarga korban
dapat menghubungi nomor telepon posko Garuda di Bandara Soekarno Hatta :
021-5506721.
- Setelah dilaksanakan proses evakuasi, diketahui sebanyak 112
penumpang dalam kondisi selamat, sedangkan 21 penumpang lainnya
meninggal dunia. Mereka yang meninggal dunia tersebut dari 19 penumpang
meninggal di lokasi kejadian, 1 penumpang di RS Angkatan Udara,
penumpang meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan
dalam mengidentifikasi krisis ini,barulah PR Garuda Indonesia
mendiagnosisnya untuk melakukan tindakan selanjutnya. Setelah
identifikasi krisis selesai, selanjutnya PR melakukan Analisis krisis.
PR memilah data yang benar atau tidak. Karena disinilah peran PR Garuda
Indonesia untuk bisa mengkomunikasikannya kepada khalayak bahwa memang
benar terjadi Accident di Yogyakarta pada tanggal 7 Maret 2007, sehingga
khalayak menjadi tahu akan kejadian yang sebenarnya. Sehingga tidak
menimbulkan kabar yang simpang siur, seperti ada yang menduga kecelakaan
pesawat tersebut
dikarenakan adanya dugaan sabotase. Kabar palsu itu langsung di tampik oleh Key Informan
sebagai berikut : “Bahwa sebenarnya dalam accident itu bukan adanya
unsur terorisme, melainkan hanya kesalahan tekhnis saja, jadi penyebab
dari kecelakaan tersebut dari kecepatan pesawat yang menjadi faktor
kecelakaan itu”. Dan untuk menghadapi kabar yang tidak jelas itu, PR
Garuda Indonesia langsung segera untuk mengklarifikasikannya, dengan
menceritakan kejadian tersebut dengan jujur dan terbuka kepada media
massa.
Terkait dalam penjelasan informan
diatas, Pujobroto menjelaskan : “ Pada prinsipnya , dalam upaya
menangani krisis, pihaknya memerhatikan tiga hal : pertama, kejujuran
atau akurasi, kedua kecepatan (Responsive), ketiga tanggng jawab. Kalau
tidak jujur berarti kami membohongi publik. Kalau kami melakukan
kebohongan sekali saja, maka diperlukan kebohongankebohongan lainnya
untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Kami sangat jujur dalam
menginformasikan tentang kejadian-kejadian yang ada “.
Penulis menjelaskan bahwa penanganan
yang dilakukan oleh pihak Garuda Indonesia sangat baik, selain pihak
Garuda sangat cepat untuk mengklarifikasikan dan juga sangat bertanggung
jawab atas Accident tersebut.Oleh karena itu Garuda menanggung seluruh
biaya pengobatan bagi penumpang yang mengalami cidera, luka ringan,
maupun yang parah hingga sehat (termasuk berobat jalan hingga saat
ini).Garuda juga menyediakan penerbangan gratis bagi keluarga korban
dari tempat asal menuju Yogyakarta dan sebaliknya, antara lain Garuda
menyiapkan 2 flights dari Jakarta ke Yogyakarta pada hari pertama
kejadian pada 7 Maret 2007; dan rute Yogyakarta ke Jakarta pada hari
kedua kejadian pada 8 Maret 2007.
Garuda Indonesia juga menerbangkan para
korban yang selamat ke kota atau tempat sesuai keinginan korban. Selain
itu Garuda juga menerbangkan korban yang meninggal dunia ke tempat
sesuai keinginan keluarga korban dan memberikan “Uang Bantuan Pemakaman”
sebesar Rp 10 juta. Dan untuk uang santunan kepada korban meninggal
dunia Garuda Indonesia memberikan sebesar 600 juta (termasuk uang
asuransi, uang simpati, dan penggantian bagasi). Sedangkan kepada korban
yang selamat Garuda memberikan uang sebesar Rp 75 juta (termasuk ung
simpati dan penggantian bagasi). Dan khusus korban meninggal Prof.DR.
Koesnadi H (mantan Rektor UGM) karena yang bersangkutan adalah anggota
New Executive Card Plus (New EC Plus), maka Prof. DR. Koesnadi H
mendapat santunan asuransi jiwa sebagai anggota EC Plus sebesar Rp 1
miliar (belum termasuk uang santunan asuransi sebesar Rp 600 juta yang
juga akan diterima ahli waris almarhum). Prof.Dr. Koesnadi H menjadi
anggota New EC sejak tahun 1999; dan telah terbang menggunakan Garuda
Indonesia sebanyak 802 kali.Oleh karena itu penanganan Garuda ini
terbilang cepat, karena hanya dalam waktu 8 hari pasca musibah GA-200,
Garuda Indonesia telah mulai melaksanakan penyerahan uang santunan
asuransi kepada korban GA-200 yang meninggal dunia.
Terkait dalam mengelola krisis ini
langkah- langkah yang dilakukan Humas Garuda Indonesia dalam mengelola
krisis hanya pada sampai analisis krisis saja, dalam kenyataan ini agak
sedikit berbeda dengan di teori. Sedangkan diteori melalui tahap
mengisolasi krisis. Sedangkan pada kenyataannya humas Garuda pada
tahapan mengelola krisis hanya pada analisis krisis, karena menurut GM
komunikasi eksternal Garuda penanganan dalam melakukan krisis tersebut
tidak perlu adanya pengisolasian krisis, Karena ketika terjadi krisis,
sudah ada team manajemen yang kuat yang khusus menangani krisis tersebut
secara bertahap untulk melakukan pemulihan. Dan selanjutnya beralih
menentukan strategi yang digunakan terkait dalam penanganan krisis.
Strategi Manajemen Krisis
Dalam melakukan penanganan krisis Garuda
Indonesia tentunya harus ada tahapan strategi khusus yang dilakukan
oleh pihak Garuda untuk memulihkan cita dimata khalayaknya. Singgih
Handoyo, selaku GM. Komunikasi eksternal mengungkapkan “ Bahwa dalam
melakukan penanganan krisis ini kita tidak memakai tahapan strategi
khusus, akan tetapi kita lebih memaksimalkan penanganannya. Semua itu
kan tergantung dengan bagaimana menanganinya. Biarpun kalau ada strategi
khusus, namun pelayananya tidak berhasil, jadi kan sia-sia. Dan
sebaliknya bila krisis tersebut ditangani seara serius dan sesuai dengan
kendak penumpang, maka citra perusahaan akan makin terdongkrak”.
Dari pernyataan singgih Handoyo diatas,
jadi jelas bahwa pihak Garuda Indonesia tidak memakai Tahapan strategi
khusus, melainkan sistem penanganan saja yang dioptimalkan.
Terkait dengan strategi manajemen
krisis, Pujobroto pun mengatakan : “Strategi itu kan, bagaimana kita
bisa mengatasi permasalahan atu krisis itu dengan memberikan gen,
tentunya itu adalah pertama dari sisi internet ada perbaikan dikita.
Kedua dari sisi citra juga perbaikan karena pada prinsipnya citra itu
kan cerminan dari kinerja kita”. Penulis memahami bahwa dari kedua
pendapat key informan tersebut keduanya memberi pernyatan yang sama
dalam melakukan krisis, yaitu tidak ada tahapan strategi khusus, untuk
itu humas Garuda Indonesia dalam menyempurkan cita sebagai penerbangan
yang aman, maka yang dilakukan humas dengan melakukan penanganan yang
secara berkesinambungan dan benar-benar dilakukan dengan serius, maka
nantinya bisa berjalan dengan baik. Akan tetapi penulis membandingkan
dari tahapan strategi yang ada di PT Garuda Indonesia dalam menangani
krisis dengan yang ada diteori, berbeda dengan strategi yang diterapkan
di PT. Garuda Indonesia. Sedangkan dalam teori setelah tahap mengelola
krisis baru dipilih strategi yang akan digunakan, terkait dengan
kerangka pemikiran, dalam pilihan strategi dibagi 3; Defensive strategi,
Adaptive strategi, dan dinamic strategi. Dalam kerangka pemikiran
strategi yang cocok dalam meluruskan citra adalah strategi Adaptive,
karena langkah yang diambil dalam strategi ini mencakup hal-hal yang
luas, yakni; mengubah kebijakan, memodifikasi operasional, kompromi, dan
terakhir meluruskan citra. Dan dibandingkan dari hasil penelitian yang
penulis dapat, bahwa di PT. Garuda Indonesia dalam mengelola krisis
tidak ada pembentukan strategi khusus, melainkan strategi yang di
gunakan oleh Humas Garuda Indonesia ialah Strategi dari aspek komunikasi
dalam melakukan penanganan Accident Pesawat Boeing G.737/400. dan dalam
melakukan strategi dalam penanganan krisis ini, sama halnya dengan yang
ada di teori sebelumnya terlebih dahulu menggunakan pendekatan, hanya
saja strateginya yang berbeda. Untuk itu pendekatan yang digunakan humas
Garuda ialah pendekatan Sasaran:
- Secara bertahap mampu menciptakan (merubah) situasi “ketidakpastian” menjadi kondisi yang “pasti”
- Membantu media massa untuk senantiasa fokus terhadap data dan fakta yang ada, sesuai perkembangan penanganan accident.
- Menjaga kepercayaan publik bahwa penerbangan merupakan penerbangan
yang “safe” dan perusahaan menunjukkan sikap yang “caring” terhadap para
korban dan anggota keluarganya.
Alasan Garuda memilih pendekatan Sasaran
tersebut adalah untuk mengetahui sasaran yang ingin dicapai ole PT.
Garuda Indonesia. jadi maksud dari sasaran tersebut adalah khalayak dan
pelanggan. Untuk itu pihak Garuda Indonesia memberikan informasi yang
fakta kepada media massa, bahwa setiap perkembangan penanganan krisis
terbaru harus cepat menginformasikannya ke media. Pendekatan sasaran itu
dilakukan, karena Garuda tidak ingin mengecewakan banyak pihak,
terutama kepada pelanggan setia Garuda. Jadi dengan sasaran tersebut
dalam penanganan krisis Garuda Indonesia sangat bertanggung jawab atas
kerugian yang dialami korban.
Terkait dalam mengelola krisis strategi yang digunakan humas dalam aspek komunikasi adalah:
- Mengaktifkan “Communications team” sesuai perincian tugas dan tanggung jawabnya.
- Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait dalam penanganan accident.
- Menjadi sumber informasi yang cepat, akurat serta menyampaikan informasi yang penting dan mengurangi situasi “ketidakpastian”.
- Bersikap penuh perhatian, jujur, terbuka serta tidak berspekulatif
Dari ke empat strategi dalam menanganai
krisis tersebut semua itu sudah dijalankan oleh Pihak PT. Garuda
Indonesia secara tepat dalam mengelola krisis.
Diantaranya dalam mengaktifkan
comunikasi team, seperti yang dilakukan humas dan pihak terkait dalam
anggota ERP melakukan kordinasi semuanya saling berhubungan dan
melakukan tugasnya dengan baik terhadap penanganan tersebut. Dan juga
pihak Humas Garuda selalu jujur dan terbuka kepada pers dan media massa
dalam menginformasikan dari awal kejadian krisis hingga pada tahap
sampai memulihkan citra Garuda Indonesia. dalam menginformasikan
tersebut terbilang sangat cepat, akurat, dan sangat jelas tidak
berspekulatif dalam menginformasikannya.
Peran PR
Setelah melakukan tahapan dalam
melakukan penanganan krisis tersebut. Disini dapat terlihat jelas, bahwa
dari penanganan krisis peran PR dalam manajemen krisis tersebut penting
sekali bagi perusahaan dalam membantu perusahaan untuk menciptakan
kondisi yang dapat membawa perusahaan yang sedang menurun kembali pulih
kesedia kala. Hal itu hanya dimungkinkan bila praktisi PR mengenal
gejala-gejala krisis dari awal dan melakukan tindakan yang terintegrasi
dengan aktoaktor penting lainnya dalam perusahaan. (Kasali: 1994: 223)
Sama halnya yang dilakukan oleh PR Garuda Indonesia, sebelum melakukan
langkah apa yang digunakan dalam menangani krisis tersebut. Terlebih
dahulu PR Garuda dapat mengenali dari jenis krisis, tahapan krisis yang
digunakan, hingga sampai pada mengelola krisis. Dari tahapan yang
dilakukan oleh PR Garuda Indonesia tersebut dapat terlihat jelas, bahwa
penanganan yang dilakukan PR Garuda sangat baik. Karena PT. Garuda
Indonesia mempunyai team manajemen yang khusus menangani krisis (ERP).
Jadi untuk memaksimalkan penangananya, Garuda Indonesia melakukan
simulasi krisis secara berkala, yaitu setahun dua kali. Dalam proses
latihan penanganan krisis itu pun ditangani oleh petugas setingkat
general manager. Berikut Singgih Handoyo mengatakan :
“terakhir, kami melakukan simulasi
kecelakaan penerbangan pada januari 2007. saat itu maskapai kami
seolah-olah terbang dari Jakarta ke Denpasar dan mengalami kecelakaan.
situasi simulasi itu didesain benar-benar mirip dengan kejadian
sebenarnya. Jadi ketika kecelakaan terjadi, kami sudah tahu apa yang
harus kami lakukan”. Terkait dengan penanganan krisis di PT.Garuda
Indonesia, dapat terlihat ketika terjadi krisis sudah tau apa yang harus
dilakukan oleh pihak Garuda beserta humas dan unit lainnya. Terbukti
dari upaya penanganan yang sudah dilakukan oleh Humas Garuda Indonesia
sangat maksimal membuahkan hasil. Citra Garuda Indonesia di mata
pelanggan tidak menurun. Berikut wawancara penulis dengan slamet Riyadi
pelanggan Garuda Indonesia yang terdaftar sebagai anggota Frequent Flyer
mengaku tetap memilih Garuda Indonesia sebagai maskapai yang digunakan,
alasanya : “Selain milik badan usaha negara, Garuda Indonesia memiliki
pelayanan paling memuaskan dibandingkan maskapai domestik lainnya.
Karena kalau soal kecelakaan semua maskapai bisa celaka, ya. Namun
Garuda Indonesia menangani kecelakaan yang terjadi dengan cukup bagus”.
Dari pernyataan diatas, penulis memahami
bahwa accident yang terjadi pada pesawat Garuda Indonesia, sama sekali
tidak berpengaruh kepada pelanggan Garuda Indonesia. karena terlihat
penanganan yang dilakukan Garuda Indonesi sangat maksimal. Maka tidak
memudarkan kepercayaan masyarakat untuk tetap menggunakan maskapai
penerbangan Garuda Indonesia. Pendapat diatas dibenarkan oleh Emirsyah
Satar : “Peristiwa krisis Garuda Indonesia di Yogyakarta tidak berdampak
buruk
bagi penjualan. Bahkan, maskapainya
tetap diminati dengan load factor hampir 100%. Karena itu, pihaknya
optimistis akan mampu membukukan keuntungan RP 25 miliar tahun ini,
setelah sebelumnya mengalami kerugian terus-menerus. Tahun 2004 kami
mengalami kerugian Rp 811 miliar, tahun 2005 rugi Rp 688 miliar, dan
tahun 2006 kami rugi Rp 197 miliar. Tahun ini kami optimistis akan
meraup keuntungan Rp 25 miliar, jelas terkait dengan krisis yang
terjadi, publik percaya terhadap pelayanan dan penanganan krisis yang
dilakukan oleh Garuda Indonesia”.
Terkait dalam penanganan krisis yang di
lakukan pihak Garuda Indonesia tersebut. Maka tujuan penelitian penulis
pun terjawab. Penulis sudah mengetahui manajemen krisis di PT. Garuda
Indonesia, yaitu lebih memusatkan penanganan dan tanggung jawab terhadap
para korban, dan juga penulis mengetahui strategi dari aspek komunikasi
terkait terhadap penanganan krisis, walaupun tidak sepenunya sama
dengan yang ada diteori. Dari mengetahui adanya krisis, jenis krisis,
tahapan krisis yang digunakan, mengelola krisis, sampai dengan pemulihan
citra tersebut. Penulis mmemahami bahwa yang tergambar dalam penanganan
krisis tersebut. PR Garuda Indonesia benar sangat berperan sekali dalam
melakukan penanganan krisis.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan pada PT. Garuda Indonesia, penulis menyimpulkan sebagai
berikut : Untuk melakukan penanganan krisis yang dilakukan pihak humas
Garuda Indonesia, terlebih dahulu humas mengenali jenis krisisnya
terlebih dahulu, baru tahapan krisisnya, hingga sampai pada pengelolaan
krisis. Berdasarkan hasil penelitian Tipe krisis yang dihadapi Garuda
Indonesia adalah jenis tipe krisis yang bersifat segera, karena
menyangkut kecelakaan pesawat. Terkait dari tipe krisis tersebut, humas
menentukan tahapan dari jenis krisis tersebut termasuk kedalam tahap
akut, karena krisis yang dialami ini sudah termasuk besar, karena
memakan banyak korban. Dan untuk selanjutnya dilakukan pengelolaan
krisis dari mulai mengidentifikasi krisis, Analisis Krisis, dan Isolasi
Krisis. Penanganaan yang dilakukan Humas Garuda Indonesia itu, ternyata
berdampak baik bagi perusahaan. Itu terbukti, karena pelangan percaya
akan penanganan yang dilakukan oleh Garuda Indonesia sangat bagus. Untuk
itu khalayak terutama pelanggan masih mempercayai Garuda Indonesia
sebagai maskapai penerbangan yang paling aman. Dapat terlihat dalam
penanganan krisis ini humas
Garuda Indonesia melakukan perannya dengan sangat baik dan maksimal.
Daftar Pustaka
Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, Lukiati Komala, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005.
Bogdan, dan Taylor, Participan Observation In Organicational3 Setting, NewYork University Press, 1975.
Donnell, Mc, Edward. J., Imlanting Strategi Manajemen, 2nd.ed. Newyork: Prentice Hall, 1990
Heskett, Kotler, Corporate Culture and Performance, Newyork : The Free Press, 1992.
Institutute of Food and Agricultural Scienses (IFAS, Eksternal Relations Manual For Public Accountability, Gainessvine : University of Florida, 2001.
Iriantara, Yosal, Manajemen Strategis Public Relations, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004
Jefkins, Frank, Public Reletions Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta, 1995.
Kasali, Rhenald, Manajemen Public Relations, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia ( PT. Pustaka Utama Grafisi, Jakarta 1994.
Kusumastuti, Frida, Dasar-dasar Humas, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.
Lubis, Hari S.B, Pengantar Manajemen Strategik, Bandung: TP Shinoff Group, 1992.
Moleong, Dr.Lexy j, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, 2000.
Morissan, Pengantar Public Relations Strategi Menjadi Humas Profesional, Ramdina Prakarsa, Bandung, 2006.
Robson, Wendy, Strategic Manajemen and Informations System : An Integrate Approach, 2nd ed, Harlow : Person Education Ltd, 1997.
Rose, De Vene The Desagner’s Guide to Creating Corporate I.D System Firs Edition, R&W Dublicat Ions Ohio, 1992.
Ruslan, Rosady, Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Schramm, Wilbur dan Donal F. Roberts, The Process and Efec Of Mass Communication, of Florida University of Illinuis Press, 1977.
Yin, Robert K, Studi Kasus (Desain dan Metode), PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Sumber lain :
PT. Garuda Indonesia. Company Profile Dokumen dan Rekaman Arsip milik Divisi Corporate Comunications PT. Garuda
Indonesia Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1995 http : //www. Dephan.go.id. http : //www.google.co.id.
* Jurnal diatas diterbitkan dalam Jurnal Komunikologi Vol.7 No.1 Maret 2010